Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) mengatakan Palestina harus memerintah Gaza pasca-perang dan pada masa depan.
Pernyataan itu muncul saat pertempuran yang berkecamuk di Kota Gaza dengan pejuang Hamas menggunakan terowongan untuk menyergap pasukan Israel.
Militer Israel mengatakan pasukannya telah maju ke jantung Kota Gaza markas utama Hamas, sementara Hamas mengatakan para pejuangnya telah menimbulkan kerugian besar.
Sayap bersenjata Hamas merilis sebuah video yang menunjukkan pertempuran jalanan yang intens di samping gedung-gedung yang dibom di Kota Gaza pada Rabu (8/11/2023).
Melansir Reuters, tank-tank Israel mendapat perlawanan sengit dari pejuang Hamas yang menggunakan terowongan bawah tanah untuk melakukan penyergapan.
Israel menyerang Gaza sebagai tanggapan atas serangan lintas perbatasan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober lalu. Menurut perhitungan Israel korban tewas sebanyak 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 240 orang.
Baca Juga
Pejabat Palestina mengatakan 10.569 orang telah terbunuh, dan 40% di antaranya adalah anak-anak hingga Rabu (8/11/2023). Israel mengatakan 33 tentaranya tewas.
Saat perang Israel-Hamas memasuki bulan kedua, AS mulai berdiskusi dengan para pemimpin Israel dan Arab tentang masa depan Jalur Gaza tanpa pemerintahan Hamas. Meskipun rencana tersebut belum muncul, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menguraikan ekspektasi Washington terhadap wilayah itu.
"Tidak ada pendudukan kembali di Gaza setelah konflik berakhir. Tidak ada upaya untuk memblokade atau mengepung Gaza. Tidak ada pengurangan wilayah Gaza," kata Blinken pada konferensi pers di Tokyo, Rabu (8/11/2023).
Blinken mengatakan mungkin diperlukan masa transisi di akhir konflik, namun pemerintahan pasca krisis harus mencakup pemerintahan yang dipimpin Palestina dan Gaza bersatu dengan Tepi Barat di bawah Otoritas Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel untuk jangka waktu yang tidak terbatas akan memikul tanggung jawab keamanan atas daerah tersebut setelah perang, pada Senin (6/11/2023).
Para pejabat Israel sejak itu mencoba mengklarifikasi bahwa tidak bermaksud untuk menduduki Gaza setelah perang, namun mereka belum menjelaskan untuk bisa menjamin keamanan tanpa mempertahankan kehadiran militer. Israel menarik pasukannya dari Gaza pada 2005.
Otoritas Palestina (PA) yang menjalankan pemerintahan sendiri secara terbatas di beberapa bagian Tepi Barat yang diduduki Israel, mengatakan Gaza, yang dikuasai Hamas sejak 2007 merupakan bagian integral dari yang mereka impikan untuk negara Palestina pada masa depan.
Seorang anggota kepemimpinan Hamas Khalil al-Hayya mengatakan bahwa serangan kelompok tersebut terhadap Israel dimaksudkan untuk menghancurkan status quo dan membuka babak baru dalam perjuangannya melawan Israel.
“Kami berhasil membawa kembali masalah Palestina ke meja perundingan, dan sekarang tidak ada seorang pun di kawasan ini yang merasa tenang,” katanya.
Sementara itu, seorang komandan Hamas di pengasingan Saleh al-Arouri mengatakan bahwa para pejuangnya bertekad untuk menimbulkan kerugian pada pasukan Israel dalam pertempuran darat di Gaza.
"Semakin banyak (Israel) menyebar dan memperluas wilayahnya, maka kerugiannya akan semakin besar,” katanya.