Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Politik Buka Suara soal Politik Dinasti

Isu politik dinasti memang menjadi sorotan publik. Namun, potensi konflik vertikal antara negara dan masyarakat masih relatif kecil.
Bakal calon presiden Prabowo Subianto (kiri) dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka tiba di Rumah Sakit Pusat Angkata Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (26/10/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Bakal calon presiden Prabowo Subianto (kiri) dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka tiba di Rumah Sakit Pusat Angkata Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (26/10/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, SEMARANG - Polarisasi masyarakat jelang Pemilu 2024 diperkirakan tak akan separah pada pemilu pada tahun 2014 dan 2019.

"Sekarang tidak seperti itu, jadi mungkin akan lebih tenang dibandingkan tahun 2014," jelas Abdul Gaffar Karim, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip Senin (30/10/2023).

Jelang tahun politik, sejumlah isu memang tengah menjadi sorotan publik. Seperti  isu politik dinasti usai pencalonan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.

Gaffar menjelaskan, politik dinasti terjadi ketika kesempatan dan pengalaman langsung untuk mempelajari politik dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat. Khususnya mereka yang memang punya garis keturunan sebagai seorang politisi.

Politik dinasti tersebut, menurutnya, merupakan sebuah privilege. Namun demikian, fenomena tersebut umum ditemui di banyak negara dan era, termasuk di negara maju.

"Persoalannya bukan politik dinasti, tapi bagaimana politik dinasti dimungkinkan untuk berlangsung. Di negara maju ini bisa berjalan tanpa ada rekayasa, di Indonesia ini agak kurang sehat,” katanya.

Potensi Konflik

Menurunnya potensi konflik di masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor.

Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, Riza Noer Arfani, menyebut euforia masyarakat terhadap teknologi digital telah cukup stabil, sehingga masyarakat sudah bisa memilah informasi yang diperoleh melalui media daring.

"Orang sudah tidak benar-benar percaya dan mengandalkan media, sehingga potensinya lebih kecil," jelasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Sukri Tamma, pakar hukum dari Universitas Hasanuddin dalam diskusi yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, mempertanyakan kondisi demokrasi Indonesia pasca-disahkannya putusan soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Sukri, putusan MK tersebut tak hanya berdampak pada Pemilu 2024. Lebih lanjut, putusan itu bisa dianggap bentuk kekuasaan politik atas konstitusi negara.

"Proses ini nantinya akan membuat penguat demokrasi itu ditawar, kemudian digunakan untuk melegalkan kepentingan tertentu. Nah, kalau ini yang ada, pada prinsipnya kita sudah tidak berdemokrasi saya kira. Ini akan membuat kita bergembira dengan demokrasi prosedural, substansinya tidak ada," ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper