Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Krisis Pekerjaan, 1 dari 5 Anak Muda Pengangguran

Sekitar satu dari lima pemuda di kawasan perkotaan China merupakan pengangguran. Kualifikasi magsiter jadi tuntutan di tengah persaingan yang makin ketat.
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - Sekitar satu dari lima pemuda di kawasan perkotaan China merupakan pengangguran. Statistik resmi ini mungkin tidak memberikan gambaran lengkap mengenai ketatnya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan, pasalnya semakin banyak perusahaan yang menuntut kualifikasi magister bagi calon karyawan, serta dampak sosial-politik yang ditimbulkan.

Pada 2015, pasar properti China sedang besar-besarnya dan jurusan teknik sipil terlihat seperti pilihan yang masuk akal bagi Lingshan. Tujuh tahun setelahnya, keadaan berbalik bagi Lingshan yang baru saja mendapatkan gelar magisternya tahun lalu: menganggur selama setahun dan tinggal di sebuah apartemen berukuran 8 meter persegi di kota Nanjing bagian Timur.

“Mengapa saya mengambil jurusan teknik sipil? Ya ampun, itu bodoh. Saya ingin bekerja di pengembang real estate, tetapi saat saya lulus, mereka bangkrut satu demi satu bangkrut. Saya terpukul oleh kemerosotan ini,” kata Lingshan, nama samarannya, sebagaimana dikutip dari Channelnewsasia pada Sabtu (9/9/2023).

Krisis properti di China mulai terjadi sejak Evergrande gagal membayar kewajiban lebih dari US$300 miliar pada tahun 2021. Dilansir dari Reuters, perusahaan-perusahaan lain yang menyumbang 40 persen penjualan rumah di China akhirnya bernasib serupa, salah satunya adalah Country Garden.

Menurut laporan media China, 50 pengembang properti terkemuka di negeri tirai bambu itu telah memangkas 200.000 pekerjaan pada tahun lalu. Dengan banyaknya rumah yang belum selesai dibangun dan harga properti yang terus menurun, tampaknya tidak ada jalan keluar dari permasalahan ini.

“Jika Anda masih ingin tetap di bidang teknik sipil, resume Anda kurang sesuai,” demikian kata konsultan Xu Hongfei saat membeberkan realitas kepada Lingshan.

Terdapat beberapa hal yang dianggap ketidaksesuaian itu. Satu, jenis kelamin perempuan masih lekat dengan stereotip tidak bisa bekerja di lokasi konstruksi, yang pada umumnya mempekerjakan laki-laki. Selain itu, sebagian besar perusahaan lebih memilih merekrut lulusan baru, yang saat ini adalah angkatan 2024. Sementar Lingshan lulus pada 2022.

Namun, data pengangguran China dan perbincangan di media sosial menunjukkan bahwa Lingshan bukan satu-satunya yang mengalami kesulitan ini.

Pengangguran di wilayah perkotaan pada kelompok usia 16 hingga 24 tahun naik ke rekor tertinggi sebesar 21,3 persen pada Juni, dan sebanyak 11,6 juta siswa telah menyelesaikan pendidikan tinggi pada musim panas ini, hanya untuk memasuki persaingan kerja yang saat ini mungkin merupakan yang terketat dalam sejarah.

Dilansir dari CNBC China, tercatat 7,7 juta orang mengikuti seleksi pegawai negeri pada tahun ini, memperebutkan sekitar 200.000 pekerjaan di pemerintahan di tingkat nasional dan provinsi.

Bulan lalu, pemerintah China mengatakan akan berhenti merilis data pengangguran kaum muda untuk sementara waktu, dengan alasan perlunya “lebih meningkatkan dan mengoptimalkan statistik survei angkatan kerja”.

Persaingan Kian Kompetitif

Persaingan ketat untuk mendapatkan pekerjaan telah menyebabkan Xu menerima klien baru setiap minggunya. Sekitar 200 klien meminta Xu untuk membantu mereka menavigasi peluang kerja.

Padahal, pada 2009, China “hanya” menghasilkan sekitar setengah jumlah lulusan tahun sekarang

“Ini semakin kompetitif. Begitu banyak pekerjaan. Anda bersekolah di sekolah yang bagus? Saya bersekolah di sekolah yang lebih baik. Anda melakukan magang dengan baik? Saya melakukan magang yang lebih baik. Seperti itu kompetisinya,” kata Xu.

Perusahaan juga semakin menuntut minimal kualifikasi gelar magister untuk pekerjaan kantoran, bahkan ketika posisi tersebut tampak tidak memerlukannya.

“Bagi perusahaan, perekrutan itu mahal. Pemberi kerja mungkin punya perspektif ini: saya tidak punya banyak waktu untuk merekrut karyawan, jadi hanya akan memilih di antara pemegang gelar magister, meskipun terdapat pula sarjana yang berprestasi,” jelas Xu.

Selain kebijakan nol-Covid-19 di China dan pemulihan pasca-Covid-19, Zhang Yifan selaku profesor ekonomi Universitas China di Hong Kong (CUHK) mempertanyakan kebijakan ekonomi yang membuat pasar kerja menjadi lebih ketat untuk anak muda.

Hal ini termasuk tindakan tegas terhadap akumulasi utang pengembang properti yang menyebabkan jatuhnya pasar perumahan, serta pembatasan industri biaya sekolah dalam upaya untuk mengurangi tekanan akademik. Tindakan tegas juga dilakukan terhadap perusahaan teknologi berpengaruh seperti Tencent dan Alibaba.

“Semua industri ini dulunya sangat dinamis dan menyerap banyak pekerja muda. Perusahaan pendidikan swasta New Oriental Education Group, misalnya, sampai memberhentikan lebih dari 60.000 pekerja pada tahun 2021,” kata Zhang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper