Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Krisis Pekerjaan, 1 dari 5 Anak Muda Pengangguran

Sekitar satu dari lima pemuda di kawasan perkotaan China merupakan pengangguran. Kualifikasi magsiter jadi tuntutan di tengah persaingan yang makin ketat.
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen
Pejalan kaki melintasi toko-toko di Guangzhou, China, Jumat, (11/8/ 2023). Bloomberg/qilai Shen

Frustrasi para pencari kerja muda terungkap di media sosial. Mereka menyebarkan meme internet yang menyamakan diri mereka dengan tokoh fiksi bernama Kong Yiji sebagai sarjana gagal, memunculkan istilah “sastra Kong Yiji” serta lagu rap yang akhirnya disensor oleh pemerintah.

Xiami, salah satu mahasiswa pascasarjana sastra China, mengunggah video tentang perburuan kerjanya yang sia-sia pada awal tahun ini.

“Saya menghadiri job fair hari ini, dan hal itu menghancurkan kepercayaan diri saya yang terakhir. Lihat saja banyaknya orang di sana. Terakhir kali saya melihat orang sebanyak ini adalah ketika saya akan melakukan tes Covid-19,” ujarnya.

Video tersebut menjadi viral dan ditonton hampir setengah juta kali di situs video Bilibili.

“Saya kira bukan saya yang menjadi viral, tapi kesulitan mencari pekerjaan itu sendiri. Sentimen tersebut telah muncul selama beberapa waktu. Itu hanya membutuhkan percikan untuk meledak, dan sayalah percikannya.”

Xiami, nama samarannya, adalah putra seorang petani di Shandong yang pindah ke Shanghai untuk belajar. Dia memulai pencarian kerjanya pada Februari dan telah melamar kerja sekitar 200 kali.

“Saya awalnya optimistis, berpikir bisa mendapatkan pekerjaan dalam tiga bulan. Namun, enam bulan kemudian, saya masih belum bisa mendapatkan apa pun. Ini waktunya untuk bangun, tidak ada masa depan bagi saya,” tambahnya.

Xiami akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai management trainee perusahaan pengiriman parsel. Dia berpenghasilan kurang dari 10.000 yuan sebulan dan akan mulai bekerja sebagai pengendara.

Meningkatnya pengangguran di kalangan muda juga dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas sosial dan politik China. Para pengamat mencatat bahwa tingkat pengangguran kaum muda di China sebesar 21,3 persen, sedikit di bawah angka 23,4 persen di kawasan Arab pada tahun 2010.

Menurut Zhang, tingginya pengangguran kaum muda adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap Arab Spring. Dia merujuk pada serangkaian pemberontakan di Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2010 dan 2011.

Ada juga “hubungan kuat” antara pengangguran kaum muda dan masalah sosial seperti penyalahgunaan narkoba dan kejahatan.

“Hal ini melampaui generasi muda itu sendiri, dan sangat merugikan masyarakat. Keterampilan [mereka] mungkin akan ketinggalan zaman setelah lama menganggur. Hal ini akan berdampak jangka panjang di masa depan. Penghasilan mereka tidak akan bisa pulih ke tingkat normal, bahkan dengan pengalaman kerja 10 atau 15 tahun,” kata Zhang.

Kaum muda menyumbang sekitar 20 persen konsumsi di China, kata Louise Loo, ekonom China di Oxford Economics.

“[Sumber] konsumsinya besar dari angkatan kerja. Jadi hal ini mempengaruhi sejauh mana konsumsi dapat menjadi pendorong pertumbuhan dalam jangka panjang,” ujarnya.

Pemerintah disebut telah meluncurkan berbagai langkah untuk meningkatkan lapangan kerja bagi kaum muda.

Menurut laporan South China Morning Post bulan lalu, Provinsi Anhui dan Guizhou telah meminta perusahaan-perusahaan milik negara untuk memastikan setidaknya setengah dari karyawan baru mereka adalah lulusan baru. Sementara itu, di Provinsi Hunan, rekrutmen lulusan baru telah dimasukkan ke dalam penilaian kinerja tahunan bagi para eksekutif di perusahaan negara.

Provinsi Henan mempunyai rencana 100 hari dari bulan Mei hingga Agustus untuk “menghilangkan secara dinamis” pengangguran kaum muda. Dikutip dari Reuters, langkah-langkah yang diambil termasuk mempromosikan lapangan kerja di lembaga-lembaga publik dan badan usaha milik negara, tingkat kedua, dan proyek-proyek ketenagakerjaan akar rumput atau pedesaan.

Kesulitan Memenuhi Kebutuhan 

Situasi pengangguran kaum muda di China banyak menyoroti ketidaksesuaian keterampilan kerja, serta ketidakcocokan antara harapan kaum muda dan pemberi kerja.

Qiang, yang berasal dari Barat Daya China, baru-baru ini lulus dalam bidang perawatan lansia. Namun, dia tidak lagi tertarik untuk menggunakan gelarnya.

“Bayarannya terlalu sedikit, dan jam kerjanya panjang. Harus stand by 24 jam sehari dan melakukan shift malam. Saat masa percobaan, gajinya hanya 1.500 hingga 2.000 yuan. Bahkan ketika Anda sudah pegawai tetap, Anda dibayar paling banyak 3.000 yuan,” katanya.

Sambil bercanda dengan teman-temannya saat makan, salah satu dari mereka menyindir: “Menjadi pekerja kesehatan? Siapa yang akan menikahimu? Anda ingin melajang selamanya? Dengan gaji seorang pekerja perawatan, Anda bahkan tidak mampu memelihara kucing. Lupakan kucingnya, bahkan kamu tidak bisa menghidupi dirimu sendiri.”

Orang tua Qiang yang memiliki dua gerai restoran berharap dapat membantu Qiang membuka pusat perawatan sendiri setelah dia lulus. Namun, setelah tiga tahun lockdown akibat Covid-19, mereka tidak lagi memiliki kemampuan finansial untuk melakukan hal tersebut.

“Seiring dengan berkembangnya negara-negara dengan pendapatan ekonomi menengah yang bercita-cita menjadi negara dengan pendapatan tinggi, ekspektasi masyarakat juga berubah,” jelas Maria Ana Lugo, ekonom senior di Bank Dunia.

Kaum muda memiliki ekspektasi yang lebih tinggi dibandingkan orangtua mereka pada masa itu, serta mengharapkan tingkat pendapatan dan jenis pekerjaan tertentu. Sementara itu, Hofman menambahkan bahwa orang-orang yang memasuki angkatan kerja sekarang memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik dibandingkan mereka yang sudah keluar dari angkatan kerja.

“[Mereka] yang keluar dari angkatan kerja sekarang mendapatkan pendidikan sekitar enam sampai tujuh tahun. Sementara yang memasuki angkatan kerja mendapatkan pendidikan sekitar 12 tahun,” katanya.

Hal ini akan baik bagi pertumbuhan China dalam jangka menengah. Namun, dalam jangka pendek, mungkin ada beberapa masalah pengangguran dan tingkat pendidikan “yang berlebihan” yang bersifat sementara.

Masalah Kepercayaan Diri 

Jika sarjana lulusan baru kehilangan semangat, sesama pencari kerja dengan gelar yang lebih rendah akan kian gentar. Ma Youhu, yang memiliki gelar diploma tiga dari institusi vokasi serta berpengalaman kerja di pabrik elektronik, mengeluhkan hal ini.

“Bahkan sarjana tidak dapat menemukan pekerjaan, apalagi saya. Itulah kenyataannya. Tidak ada yang bisa saya lakukan, katanya.”

Adik laki-lakinya, Cunjun, lulus SMA pada Juli lalu dan telah berkelana ke Xiamen untuk mencari pekerjaan. Dia pernah bekerja di sebuah pabrik di Xiamen yang memproduksi kamera untuk iPhone.

“Pada bulan pertama, saya dibayar 4.000 yuan. Kemudian naik menjadi 5.000 yuan. Saya memberikan 10.000 yuan kepada keluarga saya dan membeli ponsel untuk diri saya sendiri. Tapi saat saya kembali tahun ini, pabrik sudah tidak membutuhkan lebih banyak pekerja,” katanya.

Cunjun kini telah mencoba bertani, tetapi rumahnya di Xihaigu, di Dataran Tinggi Loess China, adalah salah satu tempat terkering di China. Karena Kementerian Pendidikan China memperkirakan akan kekurangan hampir 30 juta pekerja manufaktur pada tahun 2025, Cunjun mungkin akan kembali bekerja di pabrik pada masa depan.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper