Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya meyakini Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membawa oleh-oleh perkuatan kerjasama ekonomi dalam kunjungan kerja kenegaraannya ke kawasan Afrika.
Untuk diketahui, Presiden Ke-7 RI itu telah memulai rangkaian kunjungan ke sejumlah negara di kawasan Afrika, yakni ke Kenya, Tanzania, Mozambik, dan Afrika Selatan sejak Minggu (20/8/2023).
Kunjungan Kepala Negara di kawasan Afrika nantinya akan diakhiri dengan mengunjungi Afrika Selatan untuk memenuhi undangan dalam menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2023 pada Kamis (24/8/2023).
“Tentunya, kesempatan kita adalah memperkuat kerjasama ekonomi dengan 5 negara BRICS yg memiliki size dan potensi besar, yakni dengan 26,6 persen dari PDB tingkat global, total populasi sekitar 3,21 miliar atau sekitar 1,5 persen dari populasi global dan sekitar 26,7 persen dari permukaan tanah dunia dan lainnya,” tuturnya saat dihubungi, Senin (21/8/2023).
Lebih lanjut, Berly mengatakan keuntungan lain yang dimiliki Indonesia dalam kunjungan kenegaraan kali ini adalah aliansi lima negara berkembang (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) merupakan bagian dari Negara G20.
Oleh sebab itu, Berly meyakini bahwa menjadi satu langkah diplomasi yang strategis dan akan membawa sejumlah dampak positif bagi Indonesia apabila menghadiri agenda tersebut, sebab kebersamaan sebagai sesama Negara berkembang membuat kedekatan Indonesia dengan negara BRICS lebih besar dari Negara maju di G20.
Baca Juga
“Selain negara BRICS juga akan datang Negara-negara lain ke summit ini seperti Algeria, Belarus, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Iran, Argentina, Ethiopia dan Mesir sehingga Indonesia bisa mengatur pertemuan dan memperkuat kerjasama ekonomi dengan Negara-negara tersebut dengan datang ke BRICS,” ucapnya.
Berly pun tak menampik bahwa gestur yang dilakukan oleh orang nomor satu di Indonesia itu juga memperkuat Indonesia yang disebut berpotensi bergabung dalam aliansi dagang BRICS. Mengingat terdapat beberapa pejabat Tanah Air yang mengeluarkan pernyataan ketertarikan untuk bergabung aliansi dagang lima Negara tersebut.
Ketertarikan ini disinyalir untuk meraup sejumlah keuntungan, yakni selain peluang pasar untuk eksport dan kerjasama ekonomi ke Negara BRICS. Indonesia juga dinilai dapay meningkatkan peluang perkuat dukungan terhadap kebijakan Indonesia di forum global seperti di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), International Monetary Fund (IMF) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Apalagi, dua negara BRICS merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu China dan Rusia.
Tak hanya itu, dia melanjutkan apabila Indonesia memulai proses keanggotaan BRICS maka juga bisa persuasi untuk mendapatkan keuntungan dalam kekuatan ketahanan pangan Negara, salah satunya kuota impor yang lebih besar seperti gandum dari Rusia dan beras dari India.
Selain itu, Berly mengatakan bahwa Indonesia keuntungan lain jika bergabung dengan BRICS adalah menyeimbangkan sikap dipolmasi Negara, sebab saat ini Pemerintah juga sedang dalam proses bergabung ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Maka memulai proses bergabung ke BRICS juga akan jadi balancing supaya tidak menjadi terkesan lebih dekat ke blok barat dan menjaga prinsip diplomasi bebas aktif,” tuturnya.
Meski begitu, dia menyebut bahwa tantangan yang perlu diwaspadai dengan mendekatnya Indonesia ke BRICS adalah agar Indonesia tetap menjaga sikap, yakni tak menunjukkan sikap politik mendukung salah satu Negara tertentu.
Sikap tersebut seperti tidak berarti mendukung Rusia dalam konfliknya dengan Ukraina yang berlawanan dengan prinsip Indonesia yang menentang penjajahan dan invasi militer atau menjunjung kemerdekaan adalah hak segala bangsa.