Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Nirwono Joga

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan

Nirwono Joga juga merupakan pengamat tata kota dari Universitas Trisakti

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Sodetan Ciliwung dan Bebas Banjir

Sodetan Kali Ciliwung berfungsi menahan debit air di wilayah tengah, dari kawasan TB Simatupang dan Manggarai
Sodetan Ciliwung / Setpres
Sodetan Ciliwung / Setpres

Bisnis.com, JAKARTA - Perjalanan panjang pembangunan Sodetan Ciliwung, diawali Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta (2013), dilanjutkan Basuki Tjahaja Purnama (2015), sempat terhenti 2017—2022 di era Anies Baswedan, dilanjutkan kembali Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono, dan akhirnya diresmikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia, Senin (31/7/2023).

Menurut Presiden Jokowi, penyelesaian Sodetan Ciliwung ke Banjir Kanal Timur, serta Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor yang telah diresmikannya (23/12/2022), dan (semoga) diikuti penyelesaian pembebasan lahan dan pembenahan Sungai Ciliwung, diharapkan mampu menyelesaikan sekitar 62% persoalan banjir di Jakarta. Hal sama diungkapkan pula oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

Namun, apakah dengan adanya ketiga proyek itu Jakarta bakal bebas banjir? Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?

Pertama, Pemerintah DKI Jakarta harus fokus penanganan banjir sesuai dengan masing-masing tipe banjir, yakni banjir kiriman, banjir lokal, dan banjir rob. Banjir kiriman terjadi di mana kawasan Puncak Bogor hujan deras, air hujan memenuhi badan sungai dan meluap menggenangi permukiman, fokus pembenahan/regenerasi sungai. Banjir lokal terjadi di mana wilayah Jakarta hujan lebat sementara kawasan Bodetabek tidak hujan, tetapi karena kondisi saluran air kota buruk dan pembangunan permukiman berada di daerah cekungan maka air hujan melumpuhkan jalan dan menggenangi permukiman, sehingga fokus ke rehabilitasi saluran air dan penataan ruang.

Banjir rob terjadi kala air laut pasang diiringi kenaikan muka air laut, dan penurunan muka tanah disebabkan pemadatan alami tanah aluvial, pemompaan air tanah, dan beban infrastruktur, sehingga dibutuhkan restorasi kawasan pesisir pantai utara Jakarta. Program pengendalian banjir harus diikuti dengan indikator pengurangan dampak banjir secara bertahap dan signifikan sebagai hasil keberhasilan kegiatan tersebut.

Kedua, Kementerian PUPR, Pemerintah DKI Jakarta, dan Bank Dunia telah menyepakati penataan empat sungai, yakni Sungai Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, yang direncanakan tuntas pada 2012—2022, akan tetapi terhenti 2017—2022 karena perbedaan pendekatan normalisasi atau naturalisasi. Untuk pembenahan sungai sudah ada UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Permen PUPR No. 21 Tahun 2020 tentang Pengalihan Alur Sungai, serta Permen PUPR No. 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.

Peraturan itu telah menetapkan garis sempadan sungai (GSS) tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai, dengan kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter, 15 meter (3—20 meter) dan 30 meter (lebih dari 20 meter). GSS bertanggul di dalam kawasan perkotaan minimal berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul.

Ketiga, pemerintah dapat memperlebar dan memperdalam 13 badan sungai utama yang melintasi Kota Jakarta agar kapasitas daya tampung air sungai optimal serta menghijaukan bantaran sungai. Sungai terhubung ke situ, danau, embung, waduk (SDEW) terdekat atau disodet agar air sungai disedot ke sungai/kanal terdekat. Disini peranan sodetan Sungai Ciliwung ke BKT diperlukan.

Sodetan Kali Ciliwung berfungsi menahan debit air di wilayah tengah, dari kawasan TB Simatupang dan Manggarai, sehingga pada saat hujan tinggi, sebelum masuk Manggarai masuk ke sodetan dialirkan ke BKT. Sodetan akan mengurangi debit air hingga 33 meter kubik per detik pada saat status banjir siaga empat dan 63 meter kubik per detik pada saat status banjir siaga satu.

Keempat, Bendungan Ciawi dan Sukamahi merupakan bendungan kering yang hanya memiliki fungsi sebagai pengendali banjir di kala musim hujan. Bendungan kering dioperasikan dengan cara menutup pintu bendungan sampai bendungan terisi penuh dengan air sesuai dengan kapasitasnya. Ketika sudah penuh, air bendungan akan dikeluarkan dengan debit yang dikendalikan dan disesuaikan dengan kondisi sungai agar tidak meluap.

Keberadaan Bendungan Ciawi dan Sukamahi ditujukan untuk mengurangi debit banjir ke Jakarta, yakni Bendungan Ciawi 30,6% dan Sukamahi 27,4%. Keberadaan bendungan ini akan mereduksi banjir dari 464 hektare menjadi 318 hektare atau sekitar 12 kelurahan bebas banjir.

Kelima, revitalisasi 109 SDEW yang tersebar di Jakarta. SDEW dikeruk, diperdalam, diperlebar, dan dihijaukan tepian badan airnya agar kapasitas daya tampung SDEW optimal menampung air hujan, luapan air sungai, atau air limpasan dari saluran air terdekat. Selain itu, baru tiga waduk dari 20 waduk baru sampai 2030 yang harus dibangun pemerintah.

Kawasan pesisir direstorasi selebar 500 meter ke arah daratan bebas perumahan dan bangunan, direforestasi hutan mangrove untuk mencegah abrasi pantai, intrusi air laut, banjir rob, meredam terjangan tsunami.

Kehadiran Sodetan Ciliwung didukung Bendungan Ciawi dan Sukamahi, serta pembenahan Sungai Ciliwung merupakan awal Jakarta merdeka banjir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirwono Joga
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper