Bisnis.com, JAKARTA - Terdapat 12 negara lain yakni Australia, Brunei Darussalam, India, Indonesia, Jepang, Republik Korea, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam yang menyatakan ketertarikan untuk membahas IPEF lebih lanjut. AS dan 12 negara itu, disebut sebagai negara mitra IPEF, mewakili 40% produk domestik bruto dunia.
Pascapeluncurannya pada Mei 2022, muncul pertanyaan apakah gagasan IPEF ini akan dituangkan dalam perjanjian perdagangan tradisional yang menawarkan akses pasar atau pengurangan tarif produk seperti CTPPP (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership) atau RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership)?
AS menjelaskan gagasan IPEF akan dituangkan dalam suatu perjanjian perdagangan yang berbeda. IPEF akan dirancang menjadi perjanjian ekonomi yang hanya berfokus pada pembentukan norma perdagangan sehingga tidak memasukkan elemen akses pasar atau pengurangan tarif bagi produk/barang dari negara mitra IPEF.
Selain itu, melalui IPEF, AS dan negara mitra lainnya berharap dapat mengatasi berbagai tantangan akibat dari peningkatan ekonomi global dan kompetisi serta pesatnya perkembangan teknologi.
IPEF dirancang ke dalam 4 pilar perjanjian yakni perdagangan, rantai pasok, ekonomi bersih dan ekonomi adil. Khusus untuk Perjanjian Pilar I Perdagangan, akan dibagi lagi ke dalam beberapa klaster antara lain yakni Trade Facilitation, Digital Economy, Competition, Technical Assistance and Economic Cooperation, Good Regulatory Practices dan Service Domestic Regulations. IPEF juga akan bersifat fleksibel yang berarti negara mitra IPEF tidak wajib ikut dalam setiap pilar.
Mei 2023, setelah melalui beberapa putaran negosiasi, AS dan negara mitra IPEF termasuk Indonesia ikut mengumumkan bahwa perundingan untuk perjanjian Pilar II terkait Rantai Pasok pada prinsipnya telah berhasil diselesaikan.
Setelah mencoba mengenal IPEF, penting untuk selanjutnya menganalisis manfaat dan dampaknya bagi Indonesia. Setidaknya ada sejumlah manfaat yang bisa diambil oleh Indonesia. Pertama, AS dan negara mitra IPEF saat ini mewakili 40% PDB dunia. Hal ini tentu akan menjadi peluang kerja sama ekonomi yang menjanjikan. Kedua, AS menyampaikan akan menjalin kerja sama dan melaksanakan bantuan teknis bagi negara yang ingin menjadi negara mitra IPEF.Namun demikian, perlu dianalisis lebih lanjut lagi apakah beragam manfaat IPEF sebanding dengan dampak yang harus dihadapi sekiranya Indonesia bergabung ke dalam IPEF.
Dari perspektif politik, publik menilai salah satu tujuan pembentukan IPEF setidaknya terkait dengan rivalitas geopolitik di kawasan Indo-Pasifik. Pemerintah Indonesia dalam hal ini perlu untuk terus konsisten memposisikan dirinya dengan baik agar selalu sejalan dengan prinsip politik luar negerinya yaitu bebas aktif.
Terkait dengan konteks perdagangan bebas khususnya di level regional atau bilateral, gagasan IPEF tersebut dapat dikatakan baru mengingat hingga saat ini masih relatif jarang ditemui konsep perjanjian ekonomi internasional yang berfokus pada pembentukan norma perdagangan saja tanpa membahas akses pasar atau bahkan pengurangan tarif produk.
HATI-HATI
Perlu kehati-hatian agar norma perdagangan yang disepakati nantinya bisa sejalan dan tidak bertentangan dengan berbagai upaya kebijakan ekonomi Indonesia. Sebagai contoh, dalam perjanjian Pilar II Rantai Pasok, akan dibentuk tiga badan yang intinya berfokus pada pengawasan terhadap kebijakan rantai pasok, pembukaan jalur komunikasi darurat ketika ditemui masalah terkait rantai pasok dan isu ketenagakerjaan yang terkait dengan rantai pasok.
Terkait hal ini, perlu dipastikan agar nantinya jalur komunikasi yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Pillar II Rantai Pasok dapat mendukung program penghiliran komoditas Indonesia untuk masuk ke dalam rantai pasok pengembangan produk yang berskala internasional. Contoh lainnya adalah terkait ekonomi digital.
Pemerintah juga perlu memanfaatkan IPEF untuk mendukung kepentingan ekonomi Indonesia. Dalam kaitan ini, usulan Pemerintah agar isu bahan mineral kritis dibahas juga dalam IPEF sangat relevan mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar nikel di dunia.
Mengingat Indonesia dan negara mitra IPEF lainnya merupakan anggota dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), penting untuk memastikan agar pembentukan norma perdagangan IPEF tidak tumpang tindih dengan sistem perdagangan multilateral di WTO. Sebagai penutup, mengingat negosiasi perjanjian pilar II Rantai Pasok telah selesai dan pilar lainnya ditargetkan selesai pada November 2023, Pemerintah perlu mengawal kepentingan Indonesia dalam IPEF, termasuk memastikan RI dapat meraih manfaat maksimal sekiranya nanti memutuskan bergabung menjadi negara mitra IPEF.