Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan proses pengaturan pemenang lelang proyek di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), yang menjerat Kepala Basarnas.
Penyidik KPK menduga adanya pengaturan atau "setting-an" guna memenangkan beberapa perusahaan yang direksi dan komisarisnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Dugaan itu didalami dari pemeriksaan empat orang saksi yaitu Sekretaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Saripah Nurseha, Marketing PT Kindah Abadi Utama, Tommy Setiawan, serta dua Staf PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejati yaitu Suri Dayanti dan Sony Santana, Senin (7/8/2023).
"Para saksi hadir dan digali pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan proses settingan untuk memenangkan perusahaan tersangka MG [Mulsunadi Gunawan] dkk ketika mengikuti lelang proyek di Basarnas," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (8/8/2023).
Untuk diketahui, KPK menetapkan tiga orang tersangka swasta yang diduga sebagai pemberi suap yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Sementara itu, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI turut menetapkan tersangka dua orang perwira TNI yang terlibat dalam kasus suap tersebut yakni Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koormin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
Baca Juga
Adapun dalam pemeriksaan empat orang saksi kemarin, KPK turut mendalami dugaan aliran dana yang diterima Marsdya Henri dan Letkol Afri agar proses settingan tersebut bisa disetujui.
"Ditambah dengan dugaan adanya pemberian uang pada HA [Henri Alfiandi] dan ABC [Afri Budi Cahyanto] agar proses settingan dimaksud dapat disetujui," lanjut Ali.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, praktik suap itu diduga telah terjadi sejak 2021. Sejauh ini, KPK menduga ada tiga tender proyek yang terseret dalam pusaran korupsi di Basarnas. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut Marsdya Henri dan Letkol Afri diduga menerima nilai suap senilai Rp88,3 miliar dari vendor proyek.