Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) telah memerintahkan semua personel pemerintah non-darurat untuk mengevakuasi sementara kedutaannya di Niger, pasca kudeta militer.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller menjelaskan bahwa tindakan itu diambil untuk berhati-hati dan kedutaan tersebut akan tetap buka, meskipun hanya untuk layanan darurat terbatas, pada Rabu (2/8/2023).
“AS tetap berkomitmen pada hubungan kami dengan rakyat Niger dan demokrasi Nigeria. Kami tetap terlibat secara diplomatis di tingkat tertinggi," kata Miller, seperti dilansir dari Aljazeera, pada Kamis (3/8/2023).
Pengumuman tersebut mengikuti langkah serupa dari negara-negara Eropa untuk mengeluarkan personel yang tidak penting dari Niger.
Sebelumnya beberapa penerbangan militer yang direncanakan berangkat dari Niger dan mendarat di Paris membawa 262 orang, sebagian besar dari Prancis dan Italia.
Seperti negara-negara tersebut, AS telah melarang warganya untuk melakukan perjalanan ke Niger jika tidak terlalu penting, khususnya di Ibu Kota Niamey.
Baca Juga
Peringatan itu muncul saat ketegangan di kawasan itu meningkat setelah Presiden Niger Mohamed Bazoum digulingkan dari kekuasaan.
Anggota pengawal kepresidenan menahan Bazoum, dan mengumumkan bahwa telah mengakhiri pemerintahannya, pada 26 Juli 2023.
Adapun sebagai gantinya, Jenderal Abdourahamane Tchiani mendeklarasikan dirinya sebagai penguasa dan pemimpin negara Niger.
Pencopotan cepat Bazoum menimbulkan kecaman internasional, termasuk di antara negara-negara Barat seperti AS yang menganggapnya sebagai sekutu utama di wilayah Sahel.
Perlu diketahui, Niger telah mengalami empat kudeta militer yang berhasil sejak memperoleh kemerdekaan dari Prancis, dengan kudeta yang terbaru sebagai yang kelima.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), sebuah blok ekonomi dan politik regional mengeluarkan komunike yang menyebut penahanan Bazoum sebagai situasi penyanderaan dan menyerukan pemulihannya, pada 30 Juli 2023.
Jika tuntutannya tidak dipenuhi dalam waktu sepekan, ECOWAS memperingatkan, pihaknya akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memulihkan tatanan konstitusional, termasuk potensi penggunaan kekuatan.
ECOWAS sejak itu mengklarifikasi bahwa intervensi militer hanya akan digunakan sebagai upaya terakhir.