Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Bisa Raup Untung Rp149 Triliun Jika Produksi Jet Tempur KF-21 Boramae

Korea Aerospace Industries (KAI) menilai Indonesia bisa meraih untung hingga Rp149 triliun jika memproduksi jet tempur KF-21 Boramae.
Prototype jet tempur KF-21 Boramae/ Dok. Korea Aerospace Industries (KAI).
Prototype jet tempur KF-21 Boramae/ Dok. Korea Aerospace Industries (KAI).

Bisnis.com, SEOUL - Indonesia diprediksi bisa meraup untung hingga US$10 miliar atau setara dengan Rp149 triliun jika memproduksi jet tempur KF-21 Boramae atau KFX/IFX.

Seperti diketahui, proyek pembuatan jet tempur KF-21 Boramae merupakan joint production yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan (Korsel) dengan Indonesia. Produksi pesawat tempur generasi 4,5 tersebut dilaksanakan oleh Korea Aerospace Industries (KAI), perusahaan pertahanan asal Negeri Ginseng. 

Senior Manager & Chief KFX Joint Development Management Team Lee Sung-il mengungkapkan jika mengacu pada rencana awal, pemerintah Korsel akan membeli 128 unit jet tempur KF-21 Boramae dan pemerintah RI akan membeli sebanyak 48 unit.

Berdasarkan berdasarkan Jane's Market Forecasting Report, Indonesia akan mendapatkan keuntungan ekonomi, misalnya  27 ribu pekerjaan yang tercipta, production inducement kira-kira US$3,3 miliar sehingga indonesia dapat keuntungan sekitar US$10 miliar atau Rp149 triliun.

“Ini adalah angka yang besar, tapi baseline-nya selama pemerintah Indonesia berpartisipasi EMD dan membeli pesawat yang sudah dijanjikan,” ujarnya saat menerima kunjungan 13 jurnalis peserta The Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di kantor KAI, Sacheon, Korsel, Jumat (2/6/2023).

Dia mengatakan Indonesia bisa menghemat biaya operasi pembuatan jet tempur sekitar 45-63 persen per jam. Diberitakan sebelumnya, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto sudah mengunjungi markas KAI bersama Moon Jae-in, Presiden Korsel sebelumnya, untuk menghadiri roll out ceremony pesawat KFX/IFX untuk pertama kali.

Bulan lalu, lanjutnya, pilot TNI Angkatan Udara Kolonel (Pnb) Muhammad Sugiyanto untuk pertama kalinya menerbangkan purwarupa atau prototype KF-21 Boramae.

Penerbang tempur lulusan Akademi AU tahun 2000 dengan 3.000 jam terbang berkode panggil (call sign) "Mammoth" itu mengudara ditemani Jim Tae-bom, pilot uji dari KAI yang berada di kursi depan (front chair).

Bisnis berkesempatan menyaksikan langsung uji coba purwarupa atau prototype pesawat jet tempur KF-21 Boramae dengan nomor “004”. Jet tempur KF-21 Boramae “004” diterbangkan oleh pilot TNI, yaitu Letkol (Pnb) Ferrel "Venom" Rigonald. Uji terbang KF-21 Boramae dilakukan di lapangan udara (lanud) yang ada di pabrik KAI di Sacheon, Korsel.

“Selama fase EMD, pemerintah Indonesia akan ambil satu pesawat dan akan melakukan observasi teknologi, pengembangan, operasi, serta produksi,” imbuhnya.

Masih Utang

Lee Sung-il menuturkan pembiayaan KF-21 Boramae ditanggung oleh tiga pihak, yaitu 60 persen pemerintah Korsel, 20 persen pemerintah Indonesia, dan 20 persen dari KAI.

Menurutnya, pemerintah Indonesia baru membayar 17 persen cost share sehingga masih harus melunasi 83 persen dari total tagihan. Di sisi lain, Korea Selatan telah membayar sebagian besar cost share dari 2016-2022.

“Kami struggling karena masalah budget sehingga kami harap pemerintah Indonesia dapat membayar proyek ini,” katanya.

Meski menghadapi masalah pendanaan, pilot TNI berhasil menyelesaikan tahap awal uji terbang jet tempur KF-21 Boramae.

Proyek KF-21 Boramae, yang disebelumnya dikenal dengan nama KFX/IFX, sudah dimulai sejak 2009 atau saat kepemimpinan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Kerja sama tersebut dimulai setelah pemerintah RI dan Korsel menandatangani letter of intent (LOI) pada 6 Maret 2009. Pengerjaan jet tempur KF-21 Boramae terdiri dari tiga tahapan.

Pertama, tahap pengembangan teknologi (TD) 2011-2016. Kedua, tahap pengembangan prototipe (Engineering Manufacture Development/EMD) 2016-2026. Ketiga, tahap produksi yang dimulai pada 2026 hingga seterusnya.

Kedua negara sepakat untuk mendanai proyek tersebut. Sekjen Kementerian Pertahanan periode 2010-2013 Marsdya TNI (Purn) Eris Herryanto mengatakan Indonesia diwajibkan untuk menanggung 20 persen dari total biaya atau sekitar Rp24,8 triliun yang dibagi menjadi beberapa tahap.

Fase joint development sebesar Rp100 miliar, fase EMD sebesar Rp20 triliun, fase technology readiness sebesar Rp700 miliar, dan fase operasional dan infrastruktur Rp4 triliun.

Dia menuturkan masalah muncul lantaran pemerintah Indonesia menunda pembayaran share cost pada fase EMD yang sudah disepakati bersama.

"Pemerintah Indonesia mengevaluasi proyek ini selama dua tahun, yaitu 2018-2019. Saat itu, masih masuk di fase evaluasi oleh kita dan Korsel. Sementara Korea tetap menjalankan program," imbuhnya.

Pengembangan KF-21 Boramae memiliki landasan hukum Peraturan Presiden No 136/2014 tentang Program Pengembangan Pesawat IFX. Aturan lainnya, yaitu Peraturan Menteri Pertahanan No 6/2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper