Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dikabarkan bakal mengabulkan gugatan terhadap Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (pemilu). Kabar tersebut datang sebelum MK secara resmi membacakan putusannya terhadap gugatan tersebut.
Kabar tersebut awalnya berembus dari pernyataan ahli Hukum Tata Negara Denny Indrayana. Dia mengeklaim bahwa mendapatkan informasi, yang menyatakan MK bakal menyetujui kembalinya penerapan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Sebelumnya, wacana kembalinya Pemilu dengan sistem proporsional tertutup telah menuai polemik sejak gugatan tersebut didaftrakan ke MK dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022. Partai politik dengan keterwakilan di parlemen pun berbeda suara mengenai wacana tersebut.
Dari sembilan fraksi, hanya PDIP, partai dengan kursi DPR terbanyak, yang mendukung Pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Sementara itu, delapan fraksi lainnya seperti Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP menolak usulan tersebut.
Berikut rangkuman kabar hasil putusan MK hingga menuai kontroversi:
1. Klaim Denny Indrayana Vs MK
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut mengatakan bahwa berdasarkan info yang diterimanya itu, komposisi putusan hakim MK yakni 6 berbanding 3 dissenting.
Denny mengatakan bahwa dia mendapat informasi terkait dengan gugatan terhadap Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilu Sistem Proporsional Terbuka, di mana MK bakal menyetujui kembalinya penerapan sistem proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," ujarnya dikutip dari akun Instagram pribadinya, Minggu (28/5/2023).
Oleh karena itu, Denny mengatakan sistem pemilu di Tanah Air bakal kembali ke sistem pemilu era pemerintahan Orde Baru. Dia menyebut sistem saat itu otoritarian dan koruptif.
Namun demikian, klaim Denny dibantah oleh MK. Lembaga tersebut memastikan bahwa agenda persidangan serta pengambilan keputusan oleh hakim belum dilakukan.
"Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak. Setelah itu, perkara baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam RPH," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Bisnis, Senin (29/5/2023).
Setelah itu, lanjut Fajar, agenda sidang pembacaan putusan baru akan dilakukan setelah putusan sudah disiapkan.
2. Mahfud Minta Polisi Turun Tangan
Klarifikasi MK diamini oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Mahfud menyebut telah berkomunikasi dengan MK, yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan atas gugatan terhadap sistem Pemilu terbuka belum diambil.
Mantan Ketua MK itu menyebut kabar dari Denny Indrayana itu hanya sebatas analisis saja.
"Saya tadi memastikan ke MK apa betul sudah diputuskan [gugatan terhadap UU Pemilu]. [MK menyebut] belum, itu hanya analisis orang luar yang melihat sikap-sikap para hakim MK lalu dianalisis sendiri," terangnya dalam acara Rapat Koordinasi Pemerintah dan TNI/Polri jelang Pemilu 2024, yang disiarkan melalui YouTube Kemenko Polhukam, Senin (29/5/2023).
Dia bahkan menyebut informasi dari Denny bisa menjadi preseden buruk hingga bisa dikategorikan sebagai pembocoran rahasia negara. Hal tersebut disampaikan Mahfud melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd.
Dia mendorong MK hingga Kepolisian untuk menyelidiki sumber informasi yang disebut oleh Denny.
"Polisi hrs selidiki info A1 yg katanya menjadi sumber Denny agar tak jd spekulasi yg mengandung fitnah," ucapnya melalui media sosial Twitter, Minggu (28/5/2023).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun mengatakan lembaganya menyiapkan langkah untuk mendalami dugaan kebocoran putusan MK tersebut.
"Tentunya kami saat ini sedang mempersiapkan langkah-langkah yang bisa dilaksanakan untuk membuat semuanya menjadi jelas," ujar Listyo di Westin Hotel, Jakarta, Senin (29/5/2023).
3. SBY hingga PDIP Berikan Tanggapan
Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) buka suara soal klaim Denny. SBY mengatakan apabila sumber informasi yang didapatkan mantan anggota kabinetnya itu "reliable", maka akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia.
Melalui akun Twitter pribadinya, SBY mempertanyakan kegentingan dan kedaruratan untuk mengganti sistem Pemilu ketika proses sudah dimulai. Seperti diketahui, partai politik yang lolos verifikasi baru saja menyerahkan daftar calon legislatif (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ingat, DCS [Daftar Caleg Sementara] baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik," ujarnya, dikutip dari akun @SBYudhoyono oleh Bisnis, Minggu (28/5/2023).
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu juga bertanya apabila UU Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi. Dia mengatakan bahwa domain dan wewenang MK, sesuai konstitusi, adalan untuk menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan mana UU yang paling tepat.
"Pandangan saya, untuk pemilu 2024 tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka. Setelah pemilu 2024, Presiden & DPR duduk bersama utk menelaah sistem pemilu yg berlaku, utk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yg lebih baik. Dengarkan pula suara rakyat," tutupnya.
Menanggapi pernyataan SBY, PDI Perjuangan atau PDIP menilai pernyataan Presiden dua periode itu seakan membuat takut masyarakat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pemimpin tak perlu menakuti rakyatnya.
Hasto bahkan menyinggung SBY dan Partai Demokrat yang disebut menyalahgunakan kekuasaan saat mengganti sistem pemilu dari tertutup menjadi terbuka pada 2008. Hal itu, terangnya, membuat Demokrat menorehkan peningkatan dukungan pada 2009.
"Kami tidak diajarkan untuk menang dengan segala cara, [Demokrat] mendapatkan kenaikan 300 persen [pada Pemilu 2009 dibandingkan 2004]. Kami menang dengan cara konstitusional," katanya di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Untuk diketahui, PDIP merupakan satu-satunya partai dengan keterwakilan di parlemen yang mendukung wacana pengembalian sistem pemilu ke proporsional tertutup. Sementara itu, delapan fraksi lainnya tercatat menyatakan penolakan.
Partai Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP menyatakan penolakan terhadap usulan sistem proporsional tertutup.
PAN, yang termasuk menolak wacana tersebut, mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup akan merugikan partai politik. Dia mengatakan bahwa delapan partai lainnya yang menolak bakal melakukan pertemuan lagi jika MK mengabulkan gugatan terhadap UU No.7/2017.
"Kita akan melakukan pertemuan lagi. Apa langkah selanjutnya. Karena terus terang ini akan sangat merugikan kita, para partai," ujar Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, dikutip Senin (29/5/2023).
Adapun isu penyelenggaraan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup menjadi polemik setelah masuknya gugatan terhadap UU No.7/2017 tentang Pemilu ke MK. Gugatan itu didaftarkan ke MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.