Bisnis.com, JAKARTA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berpendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semestinya malu ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau langsung jalanan rusak di Lampung yang tidak diperbaiki selama bertahun-tahun.
Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo menegaskan bahwa tak seharusnya Presiden Ke-7 RI tersebut hingga akhirnya mengambil alih perbaikan jalan tersebut dan mengucurkan Rp800 miliar untuk memperbaiki 15 ruas jalan.
“Benar, bahwa Gubernur dan Bupati bertanggung jawab atas tidak diperbaikinya jalan-jalan tersebut. Namun sebagai wakil rakyat, DPR dan DPRD semestinya malu karena tidak menyoal masalah ini," ujarnya pada wartawan melalui pesan teks, Sabtu (6/5/2023).
PSI melihat peristiwa ini sebagai tersumbatnya saluran demokrasi. Para wakil rakyat diberikan fasilitas untuk turun ke masyarakat, menyerap aspirasi dan melihat secara langsung kebutuhan rakyat lewat kunjungan kerja.
"Dalam setahun, DPR itu punya dana aspirasi sekitar 450 juta x 5, ada dana kunjungan 140 juta x 8. Masak gak ada yang turun, berkunjung, bahkan sekadar melewati daerah yang jalannya rusak itu?" tanya Bimmo gusar.
Pasalnya, dia mengatakan bahwa jalan-jalan yang dilalui Presiden adalah akses masyarakat kepada kegiatan-kegiatan perekonomian seperti pasar, kebun dan pabrik. Belum lagi akses untuk anak-anak sekolah.
Baca Juga
"Jalan itu akses logistik dan mobilitas. Mestinya kan ini jadi perhatian, bahkan prioritas. Bila perlu para wakil rakyat di Senayan memanggil gubernur. Seperti yang dilakukan ketika terjadi banjir Jabodetabek," tukas Ketua DPP PSI ini.
Oleh sebab itu, dia melanjutkan bahwa PSI menyayangkan sikap Pemerintah Daerah yang tidak memiliki perhatian terhadap masalah akses dan infrastruktur.
Namun setidaknya, wakil rakyat yang ada di DPR maupun DPRD harus peka terhadap kebutuhan masyarakat. Fungsi pengawasan dan penganggaran semestinya lebih digunakan untuk hal-hal yang menjadi kebutuhan rakyat.
"Ditagih produktivitas undang-undang, bilangnya sibuk karena punya fungsi pengawasan. Giliran yang seperti ini [jalan rusak], pengawasannya nyangkut entah dimana. Keterlaluan," pungkas Bimmo.