Belanda tidak terlalu suka dengan metode ajar Muhammadiyah yang fokus pada syiar dan dakwah Islam.
Belanda ingin pribumi mendapatkan pendidikan seperti yang mereka mau. Siapa yang pantas duduk di bangku sekolah juga dibatasi dengan ketat. Sebenarnya dalam hal ini, Belanda tidak ingin pribumi maju.
Karena Belanda adalah pihak yang lebih dekat dengan pemerintahan saat itu, maka keinginan mereka tentu menganggu perkembangan dari sekolah cetusan Muhammadiyah sendiri.
Bukan hanya itu, Pendidikan Nasionalisme Islam modernis ala Muhammadiyah dihadangkan dengan Nasionalis Jawa yang secara umum menolak model nasionalisme Islam.
Siapa yang menjadi pencetus sekolah Nasionalis Jawa? ialah Suwardi Surjadiningrat atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara.
Dilansir dari buku “Sejarah Indonesia Modern ”, menurut M.C Riklefs kehadiran Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922
Baca Juga
Taman Siswa mmerupakan upaya penolakan terhadap gerakan Islam Pembaharuan Muhammadiyah melalui jalur pendidikan.
Keinginan Ki Hajar Dewantara dalam hal ini hanya satu yakni bermimpi agar sistem pendidikan baru yang bersifat lebih pribumi, non pemerintah dan non pendidikan Islam modernis.
Dan karena sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sejalan dengan nilai-nilai keragaman di Indonesia, maka bukan tanggal lahir Kiai Dahlan yang jadi Hari Pendidikan Nasional melainkan sang bapak pendidikan Nasionalis Jawa, Ki Hajar Dewantara.