Bisnis.com, JAKARTA - Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei diperingati secara serentak di seluruh dunia setiap tahunnya.
Direktur Eksekutif Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat atau Migrant CARE Wahyu Susilo mengungkapkan sejumlah realitas buruh atau pekerja migran Indonesia.
"Pekerja migran atau buruh migran Indonesia di sebagian negara tujuan bekerja hingga saat ini belum mendapat pengakuan sebagai kelas pekerja," ujar Wahyu Susilo dalam keterangannya, Senin (1/5/2023).
Tak ada pengakuan sebagai kelas pekerja, lanjut dia, membuat buruh migran mengalami kesulitan dan hambatan untuk berserikat dan berorganisasi dalam serikat buruh sebagai upaya untuk memperjuangkan kondisi kerja layak, hak-hak dasar kaum pekerja, serta memperoleh akses atas keadilan.
Masalah lainnya yang dihadapi oleh buruh migran antara lain mengenai skema jaminan sosial yang masih timpang antara pekerja dalam negeri dan pekerja migran, meski telah dikeluarkan Permenaker No. 4/2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia.
Dalam aturan tersebut, batas maksimum jaminan kesehatan bagi pekerja migran hanya ditanggung sampai Rp50 juta. Kondisi ini berbeda dengan skema jaminan sosial kesehatan untuk pekerja di Indonesia yang pembiayaannya dapat ditanggung tanpa limitasi biaya.
Baca Juga
Selain itu, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menghantui para buruh yang ingin bekerja di luar negeri. Apalagi, lanjut dia, modus aksi perdagangan orang kian beragam.
Misalnya, kasus online scam dan judi online yang marak terjadi di negara tujuan seperti Kamboja, Myanmar, Laos, dan Thailand. Para buruh diminta untuk menipu orang lain dari negaranya untuk tergiur judi online dengan menetapkan target tertentu sehingga terjadinya jam kerja yang tak pasti sampai 18 jam sehari.
Wahyu mengutip rilis yang dikeluarkan pemerintah yakni ada 864 WNI di Kamboja, 81 di Myanmar, 107 di Filipina,
102 di Laos, dan 31 di Thailand yang menjadi korban penipuan online dan dipekerjakan untuk scam dan judi online.
"Jumlahnya bisa saja di atas angka tersebut seperti fenomena gunung es," katanya.
Terhadap berbagai realita yang ada, buruh migran menyatakan sikap dan tuntuannya yang tertuang dalam lima poin.
Pertama, mendorong terwujudnya serikat buruh di setiap negara tujuan sebagai representasi suara buruh migran yang otentik.
Kedua, mendorong negara asal dan negara tujuan untuk mewujudkan kondisi kerja layak, serta adanya jaminan sosial yang setara pada semua pekerja maupun pekerja migran.
Ketiga, mendesak segera disahkannya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai payung hukum yang menjamin kepastian dan keadilan bagi seluruh pekerja sektor rumah tangga.
Keempat, mendorong adanya perlindungan dari ancaman perdagangan orang di sektor digital dengan merevisi Undang-Undang No. 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dan terakhir, mendesak dan mendorong adanya komitmen konkrit dari seluruh negara anggota Asean untuk menjadi wilayah yang sehat dan aman bagi pekerja.