Bisnis.com, JAKARTA - Sekutu-sekutu internasional Ukraina masih terus menyuarakan kecaman terhadap Rusia. Dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB belum lama ini, Rusia kembali dituduh telah melanggar banyak kesepakatan sejak invasinya ke Kyiv tahun lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk invasi Rusia ke Ukraina sebagai sebuah pelanggaran terhadap hukum internasional dan piagam PBB.
"Perang ini menyebabkan penderitaan dan kehancuran besar-besaran pada negara dan rakyatnya, dan menambah dislokasi ekonomi global yang dipicu oleh pandemi Covid-19," kata Antonio.
Antonio mengungkapkan sistem multilateral berada di bawah tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya sejak berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Ketegangan antara negara-negara besar berada pada titik tertinggi dalam sejarah. Begitu pula dengan risiko konflik, melalui kesalahan tindakan atau salah perhitungan."
Tak hanya itu, sejumlah anggota Dewan Keamanan, termasuk AS, Prancis dan Inggris, mengutuk Rusia atas perangnya di Ukraina.
"Dengan menyelenggarakan debat ini, Rusia mencoba menggambarkan dirinya sebagai pembela piagam PBB dan multilateralisme. Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Ini sinis," ujar Duta Besar (Dubes) Uni Eropa Olof Skoog.
Duta Besar Inggris Barbara Woodward mengatakan dunia telah melihat apa arti gagasan Rusia tentang multilateralisme bagi dunia, penginjak-injakan Piagam PBB dan perang yang telah membawa penderitaan yang tak terbayangkan bagi Ukraina dan menjadi bencana yang tak tanggung-tanggung bagi Rusia.
Duta Besar Washington untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menggenggam salinan piagam PBB di tangannya dan menekankan pentingnya mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
"Penyelenggara munafik kita hari ini, Rusia, menginvasi tetangganya di Ukraina dan menyerang jantung piagam PBB," kata Thomas-Greenfield dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga : Rangkuman Perang Rusia Vs Ukraina, PBB: Invasi Sebabkan Penderitaan dan Kehancuran Besar-Besaran |
---|
Sebagai catatan, saat ini Rusia sebenarnya sedang memegang jabatan presiden bergilir bulanan Dewan Keamanan PBB, dan mengorganisir pertemuan ini sebagai salah satu acara khas dalam masa jabatannya.
Dalam pembelaannya lewat sebuah catatan kepada negara-negara anggota PBB, Rusia menjelaskan dasar pemikiran mereka yang mengecam tatanan dunia unipolar yang berlaku setelah berakhirnya Perang Dingin.
Dilansir dari Aljazeera pada Selasa (25/4/2023), salah satu pejabat, Lavrov mengatakan bahwa sistem PBB mengalami krisis yang mendalam dan menuduh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS), sebagai pihak yang bertanggung jawab.
"Ini bukan hanya tentang Ukraina. Ini adalah tentang bagaimana hubungan internasional akan terus dibentuk melalui pembentukan konsensus yang baik atas dasar keseimbangan kepentingan atau melalui kemajuan hegemoni Washington yang agresif dan tidak stabil," kata Lavrov
Lavrov memperingatkan dunia berada di ambang batas yang bahkan mungkin lebih berbahaya daripada selama Perang Dingin.
"Situasi ini diperparah dengan hilangnya kepercayaan terhadap multilateralisme. Mari kita sebut sekop sebagai sekop. Tidak ada yang mengizinkan minoritas Barat untuk berbicara atas nama seluruh umat manusia," lanjutnya.