Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alasan DPR Ngotot Ingin Revisi UU MK

MK dianggap sering membatalkan UU buatan DPR bukan karena bertentangan dengan UUD 1945 melainkan bertentangan dengan UU lainnya.
Petugas kepolisian bersiap mengamankan sidang kedua di Mahkamah Konstitusi. Agenda kali ini mendengar jawaban dari termohon/Jaffry Prabu
Petugas kepolisian bersiap mengamankan sidang kedua di Mahkamah Konstitusi. Agenda kali ini mendengar jawaban dari termohon/Jaffry Prabu

Bisnis.com, JAKARTA -  DPR dan pemerintah sedang merevisi UU tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengatakan UU itu direvisi karena MK sering kelewat batas.

Pacul merasa selama ini MK sering membatalkan UU buatan DPR bukan karena bertentangan dengan UUD 1945 melainkan bertentangan dengan UU lainnya. Padahal tugas utama MK menyandingkan UU dengan UUD, bukan UU dengan UU.

"Sesungguhnya tugas utama dan paling utama bagi MK adalah menyandingkan UU dengan UUD '45, jangan kemudian membatalkan UU itu dengan UU yang ada," jelas Pacul dikutip, Sabtu (18/2/2023).

Dia mencontohkan, MK membatalkan UU Cipta Kerja karena dianggap tak sesuai dengan ketentuan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundangan.

"Jadi kita ingin penegakan hukum benar-benar clear," ucap elite PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Pacul juga mengakui kemungkinan nantinya dimasukkan aturan yang bisa membuat DPR mengevaluasi hakim MK.

"Mengevaluasi hakim-hakim yang tidak menjalankan tugasnya. Nah tugas-tugasnya peraturan MK sekarang kita baca semua, supaya kita clear," lanjutnya.

Dia tak setuju jika nantinya MK menjadi tak independen sebab dapat diintervensi oleh DPR. Menurutnya, independen juga harus sesuai tugas utama. Oleh sebab itu, perlu adanya pendampingan dari DPR.

"Jangan engkau menghantam DPR terus, memang DPR bodoh-bodoh semua? Persepsimu DPR pasti bodoh. Itu persepsi kalian, untuk masuk DPR ini membutuhkan kepintaran, Bos, gitu lho, dipilih langsung. Nah cuma di sini kan kita mendapat pendampingan," jelas Pacul.

Lebih lanjut, dia menjelaskan revisi UU MK merupakan inisiatif DPR dan sudah dibahas sejak Februari 2022.

Dalam rapat kerja dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Kemenkopolhukam) pada Rabu (15/2/2023), pemerintah mengajukan 72 daftar inventarisasi masalah (DIM) dengan tambahan substansi baru berjumlah 19 poin.

"DPR sama juga, kira-kira seimbang," ungkap Pacul.

Nantinya, pembahasan lanjutan revisi UU MK akan dilanjut pada masa sidang DPR selanjutnya sebab parlemen akan segera masuk masa reses.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper