Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memeriksa tujuh orang saksi terkait dugaan korupsi pengadaan material pembangunan kapal angkut Tank-1 dan Tank-2 TNI Angkatan Laut (AL) 2012–2018 di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Hari ini (19/1/2023) bertempat di gedung Merah Putih, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi [terkait dengan dugaan kasus]," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan resmi, Kamis (19/1/2023).
Tujuh orang saksi yang bakal dipanggil terkait dengan perkara tersebut yakni:
1. Denny S Dilaga selaku Marketing Representative PT Bumiloka Tegar Perkasa 2007 – 2013
2. Dwi Siswadi selaku Kasubdiv Pemasaran I Pembangunan Kapal Baru PT DKB periode tahun 2008 sampai dengan 2013
3. Erry Wibowo selaku Kasubdiv Proyek Divisi Logum di PT DOK dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) tahun 2008 – 2013
Baca Juga
4. Eviral Ishar selaku Pimpro Kapal AT2 tahun 2016 sampai dengan 2020
5. HY Sugiono selaku Pensiunan Divisi Engineering PT. DKB
6. Ina Riesiana Vidyanti selaku Kasubdiv Pemasaran Kapal Niaga/Business Development and Customer Service AVP PT. DKB tahun 2011 sampai dengan 2016/ Kasubdiv Project Monitoring, Evaluasi dan Customer Relationship tahun 2020; dan
7. Kawijan selaku Senior Manajer Keuangan PT DKB.
Terkait dengan perkembangan kasus, Ali menyebut bakal mengumumkan nama tersangka. Dia juga mengatakan kini penyidik sudah memiliki dua bukti permulaan untuk memulai penyidikan.
"Jadi dalam proses penyidikan nanti akan disusun timeline untuk siapa saja yang akan diperiksa untuk kebutuhan melengkapi alat bukti, karena kami sudah memiliki dua bukti permulaan," ujar Ali kepada wartawan hari ini.
“Untuk sementara ya [dugaan kerugian keuangan negara] puluhan miliar ya. Nanti bisa sebagai awal, karena sekali lagi, ketika proses penyidikan naik masih bukti permulaan. Itu yang perlu dipahami, baru kemudian dilengkapi dan dikembangkan pada proses-proses berikutnya,” lanjutnya.
Ali menyampaikan bahwa pihaknya akan menggaet lembaga lain untuk membuktikan dugaan dari kerugian negara tersebut. Misalnya, dengan menggaet Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dan itu kemudian harus perlu koordinasi terus menerus untuk menghasilkan perhitungan kergian negara yang bisa dipertanggungjawabkan nantinya di hadapan Majelis Hakim, termasuk ahli yang berhubungan dengan kerugian negara, dan ahli yang menghitung kerugian negara,” tuturnya.