Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan akan ada lebih banyak pengiriman senjata berat dari negara sekutu Barat ke Ukraina dalam waktu dekat.
Dilansir Aljazeera pada Senin (16/1/2023), pernyataan Stoltenberg ini dilontarkan sehari setelah gelombang serangan Rusia di seluruh Ukraina kembali menargetkan infrastruktur penting dan menewaskan lebih dari 30 orang setelah sebuah bangunan tempat tinggal dihantam di kota Dnipro.
"Janji pengiriman peralatan perang berat adalah penting, dan saya mengharapkan lebih banyak lagi dalam waktu dekat," kata Stoltenberg kepada harian Jerman Handelsblatt menjelang pertemuan pejabat pertahanan NATO pekan ini.
Pertemuan yang kelompok yang disebut Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina tersebut bertujuan untuk melakukan koordinasi senjata ke Kyiv. Pertemuan akan dilakukan di Pangkalan Udara Ramstein AS di negara bagian Rhineland-Palatinate, Jerman, Jumat (20/1/2023).
Ketika ditanya apakah Jerman juga harus bergerak untuk menyediakan senjata yang lebih berat ke Ukraina, Stoltenberg mengatakan pihaknya menekankan pentingnya menyediakan menyediakan senjata yang dibutuhkan Ukraina untuk menang.
Pada hari Sabtu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta bantuan lebih banyak persenjataan berat dari negara Barat. Dia mengatakan bahwa teror Rusia hanya dapat dihentikan di medan perang.
Baca Juga
"Apa yang dibutuhkan untuk ini? Senjata-senjata yang ada di gudang senjata mitra kami," kata Zelenskyy dalam pidatonya.
Dia berbicara tak lama setelah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak berjanji untuk menyediakan tank Challenger 2 ke Ukraina, menjadikannya negara Barat pertama yang memasok tank berat ke Kyiv.
Polandia dan Finlandia juga telah mengisyaratkan kesediaan mereka untuk menyediakan tank Leopard 2 buatan Jerman kepada Ukraina, sekaligus meningkatkan tekanan pada Kanselir Jerman Olaf Scholz dan pemerintah koalisinya.
Tren ini mewakili kemungkinan pergeseran sikap Eropa, yang telah menolak secara langsung memasok Ukraina dengan senjata berat sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari 2022.
Hal itu terjadi di tengah klaim Rusia atas keberhasilan medan perang pertamanya setelah berbulan-bulan mengalami kekalahan dan stagnasi. Kementerian pertahanan Rusia mengumumkan bahwa mereka menyelesaikan pembebasan Soledar, sebuah kota yang dekat dengan persimpangan transportasi Bakhmut di wilayah Donetsk timur.
Ukraina membantah klaim tersebut dan mengatakan pertempuran sengit terus berlanjut di Soledar.