Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Group Wilmar Singgung Peran Pemerintah dalam Kasus Minyak Goreng

Group Wilmar menuding kebijakan Kementerian Perdagangan yang kerap berubah-ubah sebagai pangkal perkara hukum minyak goreng.
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) bersiap mengikuti sidang lanjutan kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/12/2022)./Antara
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) bersiap mengikuti sidang lanjutan kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/12/2022)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Penasihat hukum Group Wilmar Rikrik Rizkiyana menuding kebijakan Kementerian Perdagangan yang kerap berubah-ubah sebagai pangkal perkara hukum minyak goreng.

Sekadar informasi, Group Wilmar adalah satu dari 27 perusahaan yang tengah menjadi sorotan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka diduga melakukan pelanggaran UU No 5 Tahun 1999.

Aturan yang dimaksud adalah pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Rikrik menjelaskan bahwa kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada akhir 2021 sampai dengan pertengahan 2022 bukan disebabkan oleh kesepakatan pelaku usaha untuk menaikkan harga dan menahan pasokan. 

Namun, dia melanjutkan bahwa krisis minyak goreng murni dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dunia serta kebijakan pemerintah mengintervensi pasar tanpa ada infrastruktur maupun lembaga khusus yang menanganinya. 

“Berdasarkan Laporan Dugaan Pelanggaran yang disusun oleh Investigator KPPU, para Terlapor dituduh melanggar atas dua hal, yaitu membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022,” ujarnya dalam keterangan resmi di Rumah Wijaya, Jakarta Selatan, Minggu (15/1/2023).

Lebih lanjut, terlapor disebutnya juga membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari–Mei 2022. Namun, berdasarkan bukti dan fakta persidangan yang berjalan sejauh ini, tuduhan tersebut tidak terbukti.

Menurut Rikrik, kenaikan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 sampai pertengahan 2022 dipicu oleh kenaikan harga CPO di pasar global, mengingat persentase harga CPO mencapai 80-85 persen dari biaya produksi. 

Oleh sebab itu, dia mengatakan hal tersebut membuat Kementerian Perdagangan sejak Januari 2022 menerbitkan belasan peraturan dalam waktu singkat, antara lain penetapan harga eceran tertinggi (ET) minyak goreng kemasan,  peraturan  domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO)  untuk CPO/atau RBD Olein bagi pelaku usaha yang ingin mengekspor.

“Minyak goreng yang sebelumnya diperdagangkan secara bebas melalui mekanisme pasar, berubah menjadi pasar yang diregulasi oleh pemerintah. Dengan demikian, hukum persaingan sudah tidak lagi relevan karena persaingan yang terjadi diatur oleh pemerintah melalui instrumen kebijakan persaingan,” tuturnya.

Rikrik melanjutkan, kebijakan pemerintah yang berubah-ubah tersebut ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Sebaliknya, intervensi yang dilakukan pemerintah justru menimbulkan ketidakpastian di pasar domestik dan memperparah kondisi di masyarakat. 

“Dalam perkara ini, KPPU telah mengabaikan peran kebijakan pemerintah yang menjadi akar permasalahan dan hanya menuduh kepada produsen yang tunduk pada kebijakan pemerintah sebagai penyebab kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng,” imbuhnya.

Tidak hanya itu, dia melanjutkan bahwa berdasarkan keterangan para saksi di persidangan, kelangkaan sebenarnya terjadi hanya untuk minyak goreng kemasan merek-merek premium di ritel-ritel modern, sedangkan minyak goreng curah banyak tersedia di pasar. 

“Namun, karena ada peraturan pemerintah, harga minyak goreng kemasan menjadi sama dengan harga minyak curah, sehingga masyarakat berebut membeli minyak goreng kemasan,” tandas Rikrik.   

Sidang Pekan Lalu

Adapun pihak Terlapor pada Perkara No. 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia, menghadirkan Oke Nurwan, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen Dagri) 
Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Oke bertindak sebagai saksi pada Sidang Majelis Pemeriksaan Lanjutan yang dilaksanakan hari ini tanggal 13 Januari 2023 di Kantor Pusat KPPU Jakarta. 

Dalam persidangan, Oke yang saat ini merupakan Tenaga Ahli Bidang Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, menjelaskan bahwa pemerintah melalui NPermendag No. 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit bertugas menjaga stabilitas dan kepastian harga minyak goreng sawit, serta keterjangkauan harga minyak goreng sawit di tingkat konsumen.

Saat itu, Pemerintah sudah mengantisipasi kenaikan harga CPO dunia dalam pengambilan kebijakannya. 

“Pemerintah sudah mengantisipasi kenaikan harga CPO dunia dan merancang beberapa skema yang dapat dilakukan pada jangka waktu 6 (enam) bulan, antara lain membayar selisih harga, melakukan mekanisme DPO (Domestic Price Obligation) dan DMO (Domestic Market Obligation) apabila harga di atas Rp15.000/liter, dan menurunkan porsi konsumsi biodiesel”, jelas Oke. 

Kemendag menganalisa bahwa kenaikan harga minyak goreng murni karena kenaikan CPO dunia.

Dalam paparan, Oke menjelaskan bahwa dalam menekan harga minyak goreng, pemerintah menyiapkan minyak goreng kemasan sederhana sebagai pengganti minyak goreng curah dan menetapkan harga minyak goreng premium sebesar Rp14.000/liter.

Harga minyak goreng curah tidak diatur oleh pemerintah karena harganya menyesuaikan dengan harga minyak goreng premium. Namun karena panic buying masyarakat, terjadi kelangkaan minyak goreng. Oke juga 
memaparkan adanya tiga lapis proses distribusi DMO minyak goreng yang disebut D1, D2, dan D3. 

D1 adalah distributor besar, D2 adalah subdistributor, dan D3 adalah agen migor yang biasa dijumpai di dekat pasar tradisional. Ketersediaan minyak goreng di bulan Januari sampai dengan Mei 2022 tidak bermasalah di level D1. Terjadi gangguan produksi di canola, dan rantai distribusi dari produsen ke konsumen (yakniperdagangan umum dengan perdagangan melalui distributor).

Oke juga menjelaskan bahwa kelangkaan minyak goreng juga terjadi di dunia. 
Tidak hanya minyak berbasis sawit, minyak yang digunakan di Eropa (seperti canola
dan sunflower) pun mengalami kenaikan harga bahkan kelangkaan. 

Situasi ini juga diperburuk karena invasi Rusia ke Ukraina, dimana Rusia merupakan salah satu produsen sunflower oil dunia. Target perbaikan situasi di pasar nasional menjadi melenceng akibat invasi tersebut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper