Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yang Untung dan Yang Buntung di UU PPSK

Ada satu hal yang menonjol dalam beleid baru tersebut, salah satunya adalah penguatan peran Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kiri), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan saat Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (1/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kedua kiri) didampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar (kiri), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan saat Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (1/8/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- DPR telah mengesahkan RUU PPSK menjadi undang-undang. Lahirnya UU PPSK telah menandai peralihan sebuah rezim dalam sistem keuangan di Indonesia. Ada satu hal yang menonjol dalam beleid baru tersebut, salah satunya adalah 'penguatan' peran Menteri Keuangan.

Penguatan peran menteri keuangan ini bisa dilihat dari beberapa klausul yang dibahas dalam beleid tersebut. Pertama, terkait dengan independensi Bank Indonesia, terutama saat proses penanganan krisis. Kedua, terkait dengan 'indenpendensi' Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Khusus soal, OJK ada beberapa poin yang menarik untuk dicermati.

Salah satu yang perlu ditengok adalah ketentuan mengenai perubahan pengelolaan keuangan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK sebagai sebuah lembaga negara independen sebelumnya memiliki pengelolaan keuangan mandiri yang berasal dari pungutan pelaku di industri keuangan.

Pasal 34 ayat 1 UU No.11/2011 tentang OJK misalnya menekankan bahwa anggaran OJK bersumber dari APBN atau pungutan. Pengaturan terkait dengan proses anggaran maupun standar biaya, kalau menggunakan alur berpikir beleid yang lama, dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK.

Ketentuan ini juga mencakup proses pengelolaan pungutan. Pungutan adalah sumber penerimaan OJK dari pelaku industri di sektor keuangan. OJK, sebagaimana penjelasan Pasal 37 UU OJK, berhak menerima, mengelola dan mengadministrasikan pungutan secara akuntabel dan mandiri.

Namun demikian, UU PPSK yang disahkan DPR menjadi undang-undang pada hari ini, mereduksi kemandirian OJK dalam mengelola keuangannya. Pasal 34 ayat 2 UU PPSK secara tegas menekankan bahwa anggaran OJK tidak terlepas dari APBN. 

OJK memang masih bisa membahas anggarannya dengan DPR. Akan tetapi, hasil pembahasannya dilaporkan kepada Menteri Keuangan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari APBN.

Soal pungutan juga sama. Kewenangan memungut dan pengelolaan sebelumnya adalah hak penuh dari OJK. Namun dalam beleid yang baru, tepatnya di Pasal 37 ayat 3, pungutan dan penerimaan lainnya dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara bukan lagi UU OJK.

Meski hasil pungutan tersebut, lanjut beleid itu, bisa digunakan sebagian atau seluruhnya untuk kepentingan OJK. Keberadaan sejumlah pasal mengenai APBN jelas menunjukkan bahwa OJK telah berada di bawah kendali oleh Menteri Keuangan.

Adapun ketentuan mengenai mekanisme pengelolaan keuangan itu berlaku mulai tahun 2025. Sedangkan sebelum 2025, pengelolaan dan penggunaan pungutan tetap tunduk terhadap UU yang lama. 

Independensi BI

Burden sharing adalah istilah yang populer terutama saat terjadi turbulensi ekonomi dan melemahnya kinerja anggaran. Kendati memiliki implikasi positif bagi APBN, keberadaan pasal burden sharing jelas berpotensi menganggu 'independensi' Bank Indonesia, sekaligus pasar keuangan.

Di sisi lain, burden sharing juga menjadi ujian  bagi kredibilitas fiskal. Ketergantungan APBN terhadap uluran tangan BI jelas mempertaruhkan kredibilitas pengelolaan anggaran. Pasalnya, pemerintah atas dasar krisis, bisa dengan mudah memaksa Bank Indonesia untuk mengintervensi pasar primer. Padahal idealnya, selama ini beroperasi di pasar sekunder.

Ketentuan mengenai burden sharing dalam UU PPSK tertuang dalam Pasal 36A. Pasal ini secara tegas menekankan bahwa dalam rangka penanganan Stabilitas Sistem Keuangan BI diberi kewenangan untuk melakukan tiga langkah. Pertama, membeli Surat Berharga Negara (SBN), berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan
Sistem Keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.

Kedua, membeli atau repo Surat Berharga Negara yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan untuk biaya penanganan permasalahan Bank. Ketiga, memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo Surat Berharga Negara yang dimiliki korporasi atau swasta melalui perbankan.

Adapun beleid ini juga menjelaskan bahwa 
Pembelian Surat Berharga Negara berjangka panjang di pasar perdana dilakukan atas dasar keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. KSSK diketuai oleh Menteri Keuangan.

Keberadaan pasal burden sharing juga agak sedikit melenceng dari janji awal pemerintah dan otoritas moneter. Dalam catatan Bisnis, Gubernur BI Perry Warjiyo, pada tanggal 6 Juli 2020 memaparkan bahwa skema pembagian beban (burden sharing) bersifat one off policy atau hanya dilakukan untuk tahun anggaran 2020.

"Jadi sudah jelas sejak awal, bahwa sifat kebijakan ini adalah one off policy atau untuk tahun ini saja," kata Perry kala itu.

Namun demikian, dengan adanya klausul Pasal tentang burden sharing dalam UU PPSK, kebijakan tersebut ternyata bukan one off policy tetapi justru menjadi non stop policy

Janji Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  menyampaikan bahwa pemberlakuan skema berbagi beban atau burden sharing pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) tidak akan menimbulkan moral hazard.

Berdasarkan Pasal 36A RUU PPSK yang diterima Bisnis pada Kamis (8/12/2022), Bank Indonesia berwenang untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan dalam kondisi krisis yang membahayakan perekonomian nasional.

Sri Mulyani mengatakan situasi krisis dalam hal ini harus dideklarasikan oleh presiden, seperti saat awal pandemi Covid-19 lalu.

“Krisis itu harus dideklarasikan, jadi ini tidak akan menimbulkan moral hazard, setiap kali pemerintah ada defisit, terus nanti minta burden sharing, seperti kita lihat di dalam UU No. 2/2022, definisi krisis itu dideklarasikan oleh presiden,” katanya kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).

Dia menjelaskan, penerapan burden sharing  sebagaimana yang diatur dalam RUU PPSK akan diterapkan dengan protokol yang sangat ketat dan secara kredibel.

“Jadi kalau memang kriterianya krisis, krisis yang extraordinary, yang luar biasa, memang dalam kondisi tidak biasa, itu kita harus melihat bagaimana instrumen fiskal dan moneter itu saling menguatkan,” jelasnya.

Lebih lanjut, dengan berlakunya aturan ini, jika kembali terjadi krisis yang mengancam sektor keuangan, maka pemerintah tidak akan harus kembali menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang seperti saat pandemi Covid-19.

Ketentuan mengenai pelaksanaan penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dia menambahkan, memang masih perlu diatur lebih lanjut mengenai definisi krisis tersebut agar peran BI dalam membeli SBN di pasar perdana tidak disalahgunakan nantinya.

“Yang paling penting dalam pasal ini adalah definisi krisis, supaya bagaimana dia tidak mudah di-abuse seperti saya sampaikan tadi agar tidak disalahgunakan, di mana oh setiap saat ini krisis, oh boleh dipake dong [burden sharing],” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper