Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belajar dari Gempa Cianjur, Perlukah Edukasi Kebencanaan Masuk Kurikulum?

Pengamat Pendidikan dari Cerdas menilai sosialisasi secara masif kepada masyarakat untuk siap sedia hadapi bencana lebih penting untuk saat ini.
Belajar dari Gempa Cianjur, Perlukah Edukasi Kebencanaan Masuk KurWarga mengevakuasi barang dari puing bangunan terdampak gempa bumi di Rancagoong, Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat 125 kali gempa susulan di wilayah Kabupaten Cianjur, hingga pukul 08.00 WIB, Selasa (22/11). Kekuatan gempa susulan itu bervariasi dari yang terbesar bermagnitudo 4,2 hingga 1,5. Warga diimbau untuk mewaspadai gempa bumi susulan. Bisnis/Rachman
Belajar dari Gempa Cianjur, Perlukah Edukasi Kebencanaan Masuk KurWarga mengevakuasi barang dari puing bangunan terdampak gempa bumi di Rancagoong, Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat 125 kali gempa susulan di wilayah Kabupaten Cianjur, hingga pukul 08.00 WIB, Selasa (22/11). Kekuatan gempa susulan itu bervariasi dari yang terbesar bermagnitudo 4,2 hingga 1,5. Warga diimbau untuk mewaspadai gempa bumi susulan. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji menilai edukasi kebencanaan ditambahkan ke dalam kurikulum sekolah belum menjadi hal mendesak.

Dia menegaskan meskipun Indonesia berada di lingkaran api (ring of fire) dan pertemuan lempeng melintasi sekitar Ibu Kota, edukasi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan dini belum diperlukan.

Alasannya adalah untuk meningkatkan respons masyarakat bila terjadi bencana alam, khususnya yang terkakt dengan aktivitas geologi, perlu dilakukan pendekatan kontekstual.

"Menambah kurikulum belum jadi jawaban, tetapi sosialisasi, mulai dari layanan masyarakat, iklan di televisi, hadir ke sekolah ajari anak-anak secara praktikal, melalui poster yang bisa dijangkau masyarakat. Karena, bila jadi kurikulum, pelajaran anak makin banyak, nanti ada ujiannya, padahal edukasi kebencanaan harus kontekstual bukan teoritikal,” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (23/11/2022).

Dia berharap pemerintah belajar bahwa edukasi kebencanaan tidak menjadi mendesak karena didorong oleh gempa Cianjur, tetapi lebih memahami bahwa Indonesia berada di titik lingkaran api yang harus selalu siap sedia terhadap bencana.

“Jadi, edukasi juga bisa dilakukan mulai dari awal seharusnya memang Pemerintah dalam desain memberikan izin pembangunan gedung, inspeksi bangunan, mengacu pada upaya melindungi tumpah darah Indonesia. Jangan hanya karena gempa cianjur, tetapi dari awal memang harus melindungi termasuk saat membangun fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur pendukung lainnya,” imbuhnya.

Kerawanan Bencana di Indonesia 

Sekadar informasi, peristiwa gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11) kembali mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.

Selain karena berada di kawasan Cincin Api Pasifik, kapasitas penanganan dan literasi bencana turut menjadi faktor kerawanan tersebut. Hal itu turut tergambar dalam laporan World Risk Report 2022 yang dirilis Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum.

Dalam laporan tersebut, Indonesia memiliki skor Indeks Risiko Global (WRI) sebesar 41,46 pada 2021. Skor tersebut menempatkan Indonesia di posisi ketiga tertinggi secara global.

Posisi Indonesia berada di bawah Filipina dan India dengan skor sebesar 46,82 poin dan 42,31 poin. Skor WRI Indonesia terbagi atas lima lingkup. Lingkup pertama berupa paparan (exposure) bencana mendapatkan skor sebesar 39,89 poin atau masuk kategori sangat tinggi.

Sementara itu, dari lingkup kerentanan (vulnerability), Indonesia mendapatkan skor sebesar 43,10 poin atau masuk kategori tinggi. Lingkup ini memperhitungkan jumlah pengungsi, pencari suaka, serta orang-orang yang terkena dampak bencana alam atau konflik dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan lingkup kerawanan (susceptibility), Indonesia memiliki skor sebesar 33,48 poin atau masuk kategori tinggi. Kemudian, lingkup kurangnya kapasitas penanganan bencana di Indonesia memiliki skor sebesar 50,67 atau masuk kategori sangat tinggi.

Lingkup terakhir yang diperhitungkan terkait kurangnya kapasitas adaptasi terhadap bencana. Di lingkup ini, Indonesia mendapatkan skor sebesar 47,19 poin atau masuk kategori sedang. Adapun, Kolombia berada di bawah Indonesia dengan skor WRI sebesar 38,37 poin pada 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper