Bisnis.com, JAKARTA – Para diplomat negara-negara G20 menyepakati draft awal komunike yang akan dibahas para kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali pada 15-16 November.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (15/11/2022), sumber yang mengetahui persoalan ini mengatakan kesepakatan draf dicapai setelah negosiasi yang panjang untuk mendapatkan jalan tengah terkait perbedaan atas sikap kepada Rusia akibat agresi di Ukraina.
Jika para kepala negara menandatangani draf tersebut, maka KTT G20 akan menghasilkan komunike dan menghindari sejarah buruk tidak terciptanya kesepakatan bersama dalam pertemuan G20. Namun, untuk sampai di sini, negosiator harus menyusun bahasa terkait mengakui kekhawatiran Rusia dan mengekstraksi konsesi darinya.
Seorang diplomat yang ikut dalam pembahasan memperingatkan bahwa isi draf masih belum dirapihkan dan ini penuh draf tertulis masih belum beredar meskipun pemahaman secara lisan telah tercapai.
Draf ini disepakati saat militer Rusia telah mendesak Presiden Vladimir Putin untuk mengambil keputusan sulit di Ukraina dengan pasukannya yang semakin terdesak, setelah baru -baru ini mundur dari kota selatan Kherson.
Dalam rancangan komunike ini, terdapat resolusi PBB sebelumnya, yang mengutuk agresi Rusia dan menuntutnya mundur dari Ukraina, menurut sumber tersebut.
Baca Juga
Sumber lainnya mengatakan draf tersebut merujuk konflik yang tengah berlangsung sebagai "Perang di Ukraina" daripada "Perang Rusia di Ukraina." Moskow bersikeras menyebut invasi itu sebagai "operasi militer khusus."
Selain itu, ada juga kesepakatan mengenai bahasa yang mengutuk segala ancaman untuk menggunakan senjata nuklir, merujuk pada sumpah Moskow untuk menggunakan segala cara yang tersedia untuk mempertahankan wilayah yang telah dianeksasi secara ilegal di Ukraina.
Dicapainya kesepakatan draf komunike ini menjadi angin segar dari ancaman bahwa KTT G20 tidak akan menghasilkan apa pun karena lebarnya perbedaan pendapat.
Perbedaan menjelang KTT G20 juga telah menyoroti perbedaan antara negara anggota yang lebih kaya dan negara yang telah menanggung beban gangguan ekonomi dari pandemi, dan sekarang kerentanan pangan dan energi yang diperburuk oleh perang Rusia.
Beberapa negara anggota telah menyatakan keberatan terhadap bahasa yang mereka anggap terlalu agresif kepada Rusia. Seorang pejabat telah mengutip kekhawatiran China bahwa membiarkan kecaman terhadap Moskow dapat membuka pintu bagi pernyataan yang lebih kuat di masa depan tentang perilaku Beijing sendiri terhadap Taiwan.
Meskipun Putin tidak hadir, tetapi dia masih berada di pikiran para pemimpin G20. Beberapa pejabat mengatakan masih belum jelas apakah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan mengambil bagian dalam acara sosial seperti foto bersama.