Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa fatality rate atau tingkat kematian dari kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal di Indonesia telah mencapai angka 52 persen hingga Senin (31/10/2022).
Jumlah tersebut didapatkan setelah Kemenkes melaporkan 159 kasus meninggal dunia akibat gangguan ginjal akut.
Menurut Syahril, kasus meninggal yang ditemui di Indonesia mayoritas ditemukan pada anak-anak berusia 1-5 tahun. Hingga 31 Oktober 2022, setidaknya terdapat 106 kasus meninggal yang berasal dari anak-anak di bawah umur 5 tahun.
"Terbanyak itu dikelompok umur 1-5 tahun sebanyak 106 anak. Kemudian di bawah 1 tahun ada 21 anak," ujar Syahril dalam konferensi pers daring, Selasa (1/11/2022).
Lalu, kasus kematian tertinggi kedua ditemukan pada rentang umur 6 hingga 10 tahun dengan total 23 kasus. Selanjutnya, bayi di bawah umur 1 tahun dengan 21 kasus, dan usia 11 hingga 18 tahun dengan total 9 kasus.
Adapun, Syahril mengaku bahwa, pihaknya mulai menemui adanya peningkatan jumlah kasus gangguan ginjal akut anak sejak akhir Agustus 2022 lalu.
Untuk saat ini, hanya dalam kurun waktu 5 hari saja, Kemenkes bahkan mencatat adanya peningkatan sebanyak 35 kasus baru gangguan ginjal akut.
Sebelumnya, Kemenkes juga telah mengungkapkan penyebab dari maraknya temuan kasus gangguan ginjal di Indonesia.
Penyakit yang mayoritas menyerang anak-anak ini ternyata disebabkan oleh kandungan berlebih etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada sejumlah jenis sediaan obat.
Hingga saat ini, setidaknya terdapat dua perusahaan farmasi yang diduga telah melakukan tindak pidana usai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bukti. BPOM menyebut kedua perusahaan tersebut telah menggunakan bahan baku yang mengandung senyawa EG dan DEG yang melebihi ambang batas aman.
Kedua perusahaan tersebut adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.