Bisnis.com, JAKARTA -- Anies Baswedan sering tampil bareng dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Keduanya tercatat beberapa kali bertemu, salah satunya Jumat kemarin atau beberapa hari setelah Partai Nasional Demokrat alias NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres).
Anies datang ke AHY laiknya tamu agung. Dia disambut cukup meriah. Teriakan yel-yel Anies-AHY menggema dari kader yang berjubel di Kantor DPP Partai Demokrat. Sambutan hangat itu bisa jadi sebuah harapan dari elite Demokrat, entah terwujud atau tidak, yang ingin menduetkan AHY dengan Anies Baswedan.
“Anies-AHY.. Anies-AHY pemimpin perubahan!”
Soal siapa yang menjadi presiden dan wakil presiden, itu perkara lain, toh AHY telah berujar dirinya realistis. Dia mafhum, dengan posisi Demokrat saat ini, suara atau kursi di bawah presidential threshold, tidak mungkin memaksakan diri. Jangankan mengusung capres, untuk mengajukan calon sendiri saja tak mampu.
Bagi Demokrat dan AHY, membangun koalisi adalah pilihan paling realistis. Soal capres pencapresan, kata AHY dalam rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Demokat beberapa waktu lalu, akan dibahas dan ditentukan bersama dengan calon mitra koalisi.
Siapa calon mitra koalisi yang dimaksud AHY? Tentu saja Partai NasDem dengan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. Dua partai ini diklaim oleh Demokrat sudah berkomunikasi sangat intens. Ibarat kata poros koalisi NasDem, Demokrat dan PKS tinggal menunggu ijab kabul. Walaupun mereka sepertinya belum menemukan titik temu siapa sosok cawapres pendamping Anies.
Baca Juga
AHY, dalam hal ini, mungkin tidak memiliki persoalan dengan NasDem karena mereka telah secara tegas dan jelas menetapkan Anies sebagai capres. Meskipun sebelumnya, ada kasak-kusuk kalau Demokrat dan NasDem tak kunjung menemukan titik temu terkait siapa sosok capres dan cawapres jika poros koalisi itu terbangun. Namun dengan PKS, Demokrat tampaknya perlu komunikasi politik yang lebih intensif.
(Ketua Umum Partai NasDem Suya Paloh dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)./Antara)
Manuver NasDem dengan pendeklarasian Anies tersebut seolah memotong kompas. Surya Paloh mendahului semua partai. Termasuk bagi calon mitra koalisinya yakni Demokrat dan PKS. Deklarasi Anies capres menutup perdebatan tentang sosok capres yang akan diusung NasDem, dan mungkin calon mitra koalisinya.
Apalagi, Surya Paloh saat deklarasi Anies juga membebaskan Anies untuk memilih dan memilah calon wakil sendiri. Bebas, yang penting memiliki visi misi dan chemistry yang sama.
Pernyataan Surya Paloh ini secara tersirat seolah memaksa para calon mitra koalisinya supaya menerima Anies sebagai capres dan tinggal memutuskan calon wakil presidennya. Demokrat kendati telah diberitahu sebelumnya ihwal rencana deklarasi tersebut tetap kaget. Mereka tidak menyangka deklarasi Anies secepat itu.
Meski demikian, Demokrat tetap menghormati langkah NasDem. Mereka juga berharap koalisi antara dua partai itu bisa segera terjalin. Para elite Demokrat juga sudah tidak sabar lagi ingin menyodorkan AHY sebagai wakil Anies. Dengan Anies dan NasDem mereka ingin mengembalikan kejayaan Partai Demokrat yang tenggelam usai SBY lengser keprabon.
Lalu bagaimana dengan PKS?
PKS adalah cerita lain dari proses penjajakan koalisi dengan NasDem dan Demokrat. Mereka memang mengakui ada komunikasi yang cukup intens dengan dua partai tersebut. Elite PKS, termasuk yang di daerah, bahkan merespons positif deklarasi Anies sebagai capres dari Partai NasDem.
Namun soal wakil. PKS sepertinya belum bisa memutuskan apakah menerima AHY atau memilih untuk mengajukan opsi calon lain.
Posisi PKS dalam, sebelum poros koalisi ini akan terbentuk, memang dilematis. Perolehan suara mereka selalu berada di peringkat tengah. Jarang mereka bisa menembus angka 3 besar.
(PKS masuk enam besar partai dengan elektabilitas paling tinggi. Sumber: CSIS).
Imej sebagai partai Islam dan golongan putihan, menjadi salah satu pemicu stagnasi perolehan suara PKS. Perolehan kursi mereka di DPR hanya di kisaran 40 sampai 50 kursi. Suara mereka memang lebih tinggi dibandingkan partai Islam tradisional seperti PPP.
Namun jika dibandingkan dengan PKB, PKS masih tertinggal terlampau jauh. Apalagi jika dibandingkan partai dengan basis pemilih nasionalis seperti PDI Perjuangan dan Gerindra. Suara PKS bagaikan panggang jauh dari api.
Pemilu 2024 sebenarnya adalah momentum bagi PKS untuk kembali ke kursi eksekutif setelah 10 tahun merasakan pait getir di kursi oposisi. Belum lagi mereka juga sempat dibuat kecewa, ditinggal oleh mitra oposisi (Gerindra) di tengah jalan. Pengalaman traumatis PKS itu membuat partai tersebut agak berhati-hati menentukan mitra koalisi.
Di internal PKS, ada nama Salim Segaf Al-Jufri. Salim adalah mantan Menteri Sosial era SBY ayahnya AHY. Sebelum acara deklarasi Anies sebagai Capres oleh NasDem, foto Salim banyak menempel di jalan ibu kota. Meski didukung oleh kader yang sangat militan (paling militan dibandingkan partai lain), nama Salim, tidak banyak dilirik oleh lembaga survei.
Belakangan usai deklarasi Anies oleh NasDem, sejumlah elite PKS memiliki nama lain yang dinilai cocok untuk mendampingi Anies Baswedan. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera secara blak-blakan menyebut nama Ganjar Pranowo, Khofifah Indar Parawansa dan AHY sebagai calon wakil presiden.
Ada tiga pilihan nama. AHY bukan satu-satunya kandidat cawapres. Pernyataan Mardani, dalam konteks politik, bisa dibaca banyak hal, bisa jadi di internal PKS belum menerima secara bulat AHY sebagai calon pendamping Anies Baswedan, atau paling ekstrem mereka ingin cawapres selain AHY. Wallahualam.