Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Refleksi Kemiskinan hingga Buta Aksara Usai 77 Tahun Indonesia Merdeka

Pada HUT ke-77 Kemerdekaan RI, pemerintah masih dihadapkan banyak 'pekerjaan rumah' mulai dari pengentasan kemiskinan, pengangguran, hingga buta huruf.
Pada HUT ke-77 Kemerdekaan RI, pemerintah masih dihadapkan banyak pekerjaan rumah mulai dari pengentasan kemiskinan, pengangguran, hingga buta huruf. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Pada HUT ke-77 Kemerdekaan RI, pemerintah masih dihadapkan banyak pekerjaan rumah mulai dari pengentasan kemiskinan, pengangguran, hingga buta huruf. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA - Tanggal 17 Agustus 1945, telah menjadi tonggak sejarah besar bagi Indonesia sebagai negara yang merdeka dari seluruh bentuk penjajahan. 

Secara harfiah, merdeka memiliki arti bebas dari belenggu dan penjajahan. Merdeka juga memiliki arti berdiri sendiri, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu untuk mencapai tujuan dan kebahagiannya.

Kemerdekaan tidak hanya diartikan terlepas dari belenggu para penjajah. Namun, makna sesungguhnya kemerdekaan bagi semua bangsa adalah dapat melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan kesengsaraan bagi rakyatnya.

Mengutip kalimat dari Sang Proklamator Mohammad Hatta dikatakan bahwa 'Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat'.

Lantas, sudahkah 275 juta penduduk Indonesia mencapai tujuan itu?

Dilansir dari data Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah penduduk miskin di Indonesia terus menurun, tetapi masih ada sebanyak 26,5 juta orang di Tanah Air yang masih belum merasakan kemerdekaan dari kondisi kemiskinan. Jumlah itu setara dengan 9,71 persen dari total seluruh penduduk Indonesia.

Potret kemiskinan di Indonesia itu terjadi paling banyak di wilayah perdesaan dengan jumlah 14,64 juta penduduk atau 12,53 persen, sedangkan 11,86 juta penduduk miskin atau 7,6 persen berada di wilayah perkotaan.

Sebagai pulau dengan penduduk paling padat, Pulau Jawa tercatat sebagai wilayah dengan angka kemiskinan tertinggi, diikuti oleh Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi, Pulau Bali-Nusa Tenggara, Pulau Maluku-Papua, dan Pulau Kalimantan.

Di sisi lain, pada Maret 2022 BPS turut mencatat  tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan gini ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini meningkat 0,003 poin jika dibandingkan dengan gini ratio September 2021 yakni sebesar 0,381, tetapi tidak mengalami perubahan jika Maret sebesar 0,384.

Gini ratio di perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,403, sedangkan gini ratio di perdesaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,314.

Dari catatan yang lain, Indonesia ternyata masih belum benar-benar merdeka di bidang pendidikan. Hingga saat ini masih terdapat rakyat Indonesia yang masih belum terbebas dari buta huruf.

BPS mencatat, pada 2021 persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf di Indonesia baru mencapai 96,04 persen. Dengan demikian, masih terdapat 3,96 persen atau sekitar 10,89 juta penduduk berumur 15 tahun ke atas yang masih buta huruf.

Sementara itu, arti merdeka juga tidak terlepas dari hak masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Hingga Februari 2022, 8,4 juta penduduk Indonesia atau 5,83 persen dari total seluruh penduduk Indonesia masih berstatus pengangguran.

Sebagaimana diketahui, pada 2022 pemerintah menargetkan angka kemiskinan turun pada kisaran 8,5 hingga 9 persen, serta TPT turun ke kisaran 5,5 hingga 6,3. Sejalan dengan itu, pemerintah menargetkan rasio gini dalam kisaran 0,375 hingga 0,378, serta Indeks Pembangunan Manusia dalam rentang 73,31 hingga 73,49.

Sementara itu, pada 2023, Pemerintah mematok angka kemiskinan turun ke rentang 7,5 persen hingga 8,5 persen. Target ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya terkait RUU APBN Tahun Anggaran 2023 beserta nota keuangan, Selasa (16/8/2022). 

Di samping angka kemiskinan, pemerintah juga menargetkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dapat ditekan dalam kisaran 5,3 persen hingga 6,0 persen pada tahun depan.

"Dengan pengelolaan fiskal yang kuat, disertai efektivitas dalam mendorong transformasi ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat, tingkat pengangguran terbuka 2023 diharapkan dapat ditekan dalam kisaran 5,3 hingga 6,0 persen dan angka kemiskinan dalam rentang 7,5 hingga 8,5 persen,” katanya.

Lebih lanjut, kondisi lain yang tengah jadi sorotan adalah pemenuhan energi di dalam negeri. Indonesia masih belum terbebas dari jeratan impor migas. Kondisi itu bahkan cukup menguras anggaran negara untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Hingga Juli 2022, impor migas Indonesia tercatat mencapai US$4,46 miliar. Jumlah itu tercatat menjadi yang tertinggi sepanjang tahun ini.

Di sisi lain, tingkat produksi migas di dalam negeri terus mengalami penurunan, dengan realisasi pada semester I/2022 616.600 barel per hari untuk minyak bumi dan 5.326 juta standard kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk gas bumi.

Berkaca pada kondisi itu, Indonesia masih harus terus berjuang untuk menuntaskan seluruh persoalan tersebut guna mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Tak salah jika pemerintah mengambil tema HUT ke-77 Kemerdekaan RI 'Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat'. Harapannya, Indonesia mampu mengatasi segala tantangan yang ada saat ini, termasuk pandemi Covid-19 hingga krisis multisektor akibat konflik global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper