Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada! Sri Mulyani Beberkan 5 Indikator Negara Alami Krisis Ekonomi

Menkeu Sri Mulyani mengatakan setidaknya ada 5 indikator negara bisa alami krisis ekonomi.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati/Youtube Ministry of Finance Republic Indonesia
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati/Youtube Ministry of Finance Republic Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada 5 indikator yang menggambarkan sebuah negara dalam keadaan krisis ekonomi.

Dia mengungkapkan dampak dari inflasi global yang terjadi di tengah krisis geopolitik akibat perang Rusia vs Ukraina.

"Kenaikan inflasi yang diikuti pengetatan moneter suku bunga dan likuiditas ini menciptakan konsekuensi resesi. Jangan sampai ada regulasi yang memperburuk risiko global, tapi kita tetap siapkan," ujarnya di Nusa Dua, Bali pada Rabu (13/7/2022).

Pertama, sebuah negara bisa tergelincir ke jurang krisis ekonomi akibat neraca pembayaran yang tidak memadai. Dia mengatakan indikator krisis juga berdampak kepada nilai tukar mata uang.

Kedua, ketahanan negara dari krisis juga dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan pergerakan harga di negara tersebut.

Ketiga, sebuah negara dapat dikategorikan krisis apabila kontraksi ekonomi yang dalam dan belum pulih akibat pandemi plus inflasi akan menimbulkan situasi kompleks.

"Keempat, APBN dan moneternya gimana kuat apa enggak? Jumlah utang dan services [jasa]," imbuhnya.

Kelima, Sri Mulyani juga mengingatkan kondisi rumah tangga dan korporasi.

"Apakah utang banyak atau tidak. Ini men-trigger krisis. Makanya survei Bloomberg risiko resesi bisa di atas 70 persen," ucapnya.

Dari indikator-indikator tersebut, Sri Mulyani mengatakan Indonesia kita relatif dalam risiko yang relatif stabil jika dibandingkan negara lain yang potensinya di atas 70 persen.

Untuk itu, dia mengatakan Kemenkeu telah menggunakan semua instrumen kebijakan fiskal, moneter, finansial, dan regulasi lain untuk memonitor terutama potensi eksposur korporasi.

Menurutnya, pasca krisis 2008 kondisi keuangan Indonesia lebih prudent. Pasalnya, angka kredit macet (non-performace loan) NPL terjaga, eksposur pinjaman luar negeri turun, dan korporasi juga memiliki hedging.

"Daya tahan kita lebih baik. Makanya probabilitas kecil, tapi tetap waspada [krisis] sampai tahun depan," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper