Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenal Arti, Perhitungan, dan Jenis Zakat Properti

Selain zakat fitrah, terdapat zakat lain yang dapat dikeluarkan umat Muslim untuk membantu sesama, yakni zakat mal atau zakat harta. Zakat harta dapat berasal dari aset properti berupa tanah maupun bangunan.
Ilustrasi zakat fitrah/Freepik
Ilustrasi zakat fitrah/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Guna mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadan umat Islam wajib menunaikan zakat fitrah. Zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu.

Selain zakat fitrah yang wajib dikeluarkan, ada juga zakat mal. Mal berarti harta atau kekayaan, zakat mal berarti zakat yang ditunaikan atas segala jenis harta yang diperoleh dari sesuatu yang tidak menyalahi syariat Islam.

Plt. Kepala Divisi Digital Fundraising BAZNAS RI Hafiza Elvira Nofitariani menjelaskan bahwa nishab zakat harta adalah 85 gram emas per tahun, selain emas, perak juga bisa menjadi patokannya yakni setara 595 gram.

Kekayaan tersebut dapat berupa properti, yang mencakup rumah, gedung, atau tanah yang dimiliki melalui jual beli, hibah atau warisan.

“Anggap saja ketika kita memiliki perhiasan emas yang digunakan sehari-hari, begitu pula dengan mobil atau rumah seisinya yang kita tempati, kita tidak perlu membayar zakatnya karena emas tadi, kendaraan, dan properti itu memang kita gunakan. Namun jika emas itu adalah emas sebagai aset simpanan, atau aset properti yang dijadikan investasi, saham atau reksa dana, maka itu harus dikeluarkan zakatnya,” papar Hafiza dikutip dari situs resmi BAZNAS, Senin (2/5/2022).

Menurut Hafiza, terdapat empat macam jenis properti yang masing-masing memiliki kriteria wajib/tidaknya zakat, yakni:

1. Properti yang dimiliki untuk tujuan didiami atau digunakan

Properti jenis ini tidak dikenakam kewajiban zakat, karena bukan komoditas perdagangan. Demikian pula rumah atau tanah yang dibiarkan kosong tidak dikenakan zakat padanya.

2. Tanah yang dimiliki untuk ditanami

Tanah tersebut akan dikenakan zakat pada hasilnya bila mencapai nisab masa panennya.

3. Rumah dan tanah yang dimiliki dan diniatkan untuk diperjualbelikan

Properti jenis ini akan digolongkan sebagai harta perdagangan, sehingga ketika telah genap satu tahun dari nisabnya, wajib dikeluarkan 2,5 persen darinya, yang dihitung dari harga sejak genap haulnya.

4. Properti yang dimaksudkan untuk investasi seperti untuk disewakan, atau didirikan bangunan untuk dikontrakan

Properti yang bertujuan untuk dikontrakkan juga tidak dikenakan zakat pada pokoknya, tetapi dikenakan pada hasilnya.

Kendati demikian, hingga saat ini belun ada keseragaman pendapat para ulama dalam masalah ini. Ada yang menganalogikannya dengan zakat perdagangan dan ada pula yang menganalogikannya dengan zakat pertanian.

Karena kesimpulan hukum dalam masalah ini adalah ijtihad, maka dalam buku panduan dituliskan pendapat ulama tentang zakat harta jenis ini, yakni zakat properti yang ditujukan untuk investasi.

Adapun pendapat pertama yaitu mengqiyaskannya kepada zakat pertanian, baik nisabnya, yaitu senilai harga beras 522 kg atau padi 653 kg; maupun besaran zakatnya yang berkisar antara 5 persen jika dihitung dari penghasilan kotor (bruto) hingga 10 persen jika dihitung dari penghasilan bersih (netto).

Sehingga yang dihitung bukan nilai investasi, tetapi hasil atau keuntungannya. Tidak ada syarat haul padanya, karena pembayarannya dilaksanakan setiap ada pemasukan.

Contoh perhitungan zakat properti menurut pendapat pertama adalah:

Ibu Hasniar pemilik kos-kosan dengan menyediakan 10 kamar untuk disewakan. Jika nilai sewa setiap kamar adalah Rp750.000 per bulan, maka penghasilan yang dia dapatkan setiap bulan adalah sebesar Rp7.500.000. Sehingga kewajiban zakat properti Ibu Hasniar dihitung dengan:

Melihat harga beras di pasaran rata-rata Rp9.000 per kilogram, maka nisab hasil kos-kosannya adalah 522 kg x Rp9.000 = Rp4.698.000. Dengan demikian Ibu Hasniar telah wajib mengeluarkan zakat per bulan sebesar 5% x Rp7.500.000 = Rp375.000.00 (terhitung tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

Sementara itu, pendapat kedua: menjelaskan bahwa zakat properti dihitung dengan mengqiyaskannya kepada zakat perdagangan, baik nisabnya senilai emas 85 gram maupun zakatnya sebesar 2,5 persen dan syarat haulnyaya yang dimulai sejak berlangsung akad.

Contoh perhitungan zakat properti menurut pendapat kedua adalah:

Bapak Basruddin memiliki bangunan ruko berlantai tiga. Ruko tersebut dia sewakan seharga Rp 400.000.000 per tahun. Pada tanggal 5 Safar 1436 H rukonya pun resmi disewa orang, dengan pembayaran 10 persen diserahkan di hari itu juga dan sisanya akan dilunasi sebulan kemudian. Sehingga besaran zakatnya adalah:

Jika dilihat dari harga emas saat itu, maka nilai sewa ruko itu jelas telah melebihi nisab. Maka, di tahun yang akan datang, tepatnya pada tanggal 5 Safar 1437H dia berkewajiban untuk membayar zakat hasil investasinya sebesar 2,5% x Rp400.000.000 = Rp10.000.000.

Pehitungan zakat dari penyewaan bangunan di atas juga berlaku untuk penyewaan lahan atau tanah dan sebagainya yang nilainya mencapai atau melebihi nisab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper