Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Rakyat Papua (MRP) menemui Wakil DPR RI Sufmi Dasco Ahmad pada Selasa (26/4/2022). Dalam pertemuan MRP menyampaikan aspirasi terkait rencana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Papua.
MRP mendesak agar DPR RI menunda pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Pemekaran Papua.
Sekedar informasi, tiga RUU tentang Provinsi Pemekaran Papua sebelumya telah disahkan oleh DPR RI sebagai RUU usulan inisiatif pada rapat paripurna DPR, 12 April 2022.
Berdasarkan RUU tersebut, Indonesia nantinya akan memiliki 3 provinsi baru, sehingga totalnya menjadi 37 provinsi.
Ketua MRP Timotius Murib menyampaikan bahwa rakyat meminta agar pembahasan pemekaran wilayah tersebut dapat ditunda sampai diterbitkannya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Otonomi Khusus No.2 Tahun 2021.
Dia menyampaikan sejumlah alasan yang melatarbelakangi penolakan rencana pemekaran wilayah tersebut.
Baca Juga
Pertama, Timotius menyebutkan bahwa pemerintah masih melakukan moratorium pemekaran wilayah di seluruh Indonesia.
Kedua, belum ada kajian secara ilmiah terhadap seluruh aspek yang harus dipertimbangkan dalam proses pemekaran wilayah.
Ketiga, pengambilan keputusan tersebut tidak didasari oleh aspirasi dan dukungan dari masyarakat Papua.
Ketua MRP periode 2017-2022 tersebut juga mengatakan bahwa setelah pembentukan DOB, daerah-daerah otonomi baru itu memiliki pendapatan asli daerah (PAD) yang terbilang rendah.
“Coba lihat di beberapa kota di provinsi Papua, tidak ada PAD, sama sekali tidak ada PAD. Kecuali Mimika yang ada Freeport, tapi kabupaten belum ada sama sekali,” ujar Timotius.
Timotius juga merespons pernyataan Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, yang menyebut 82 persen masyarakat Papua mendukung pemekaran wilayah di Papua.
“Ini kajian dari mana? Kajian kapan dilakukan? Siapa yang melakukan kajian itu? Pemerintah sesungguhnya harus mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh kami, karena kami adalah lembaga negara yang ada di daerah, yang menyampaikan aspirasi masyarakat papua.”
Dalam pertemuan dengan Wakil Ketua DPR tersebut, MRP didampingi Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid.
Usman turut menyampaikan keresahannya terkait pembahasan pemerakaran wilayah tersebut. Dia menilai bahwa pengambilan keputusan di dalam proses tersebut telah merugikan masyarakat Papua.
“Pertama, hak atas informasi tentang rencana pemekaran daerah otonomi baru itu untuk apa. Kedua, hak untuk dimintai konsultasi, dan ketiga adalah hak untuk dimintai persetujuan,” ucap Usman, Selasa (26/4/2022).
Ditegaskan, dalam mengambil keputusan pada rencana pemekaran wilayah tentunya harus melalui persetujuan masyarakat Papua.
Ppersetujuan tersebut sangatlah penting, jika dilihat dari kacamata hak asasi manusia (HAM).