Bisnis.com, JAKARTA - Harapan Sri Lanka untuk pemulihan pariwisata pascapandemi Virus Corona (Covid-19) pupus. Krisis ekonomi menghantam negara yang terkenal dengan produksi tehnya ini.
Melansir laman Channel News Asia, Sabtu (23/4/2022) pemadaman listrik dan kekurangan makanan telah melanda negara pulau itu selama berminggu-minggu.
Peristiwa ini menarik pengunjuk rasa ke jalan-jalan dan menempatkan Presiden Gotabaya Rajapaksa di bawah tekanan yang meningkat untuk mengundurkan diri.
Pariwisata diketahui menghasilkan US$4,4 miliar atau Rp63, 6 triliunan bagi Sri Lanka dan berkontribusi 5,6 persen terhadap produk domestik bruto pada 2018, tetapi ini turun menjadi hanya 0,8 persen pada 2020.
Namun, pariwisata Sri Lanka sebenarnya mulai meningkat belum lama ini. Kedatangan pelancong mencapai 100.000 pada Maret 2022, terbanyak untuk pertama kalinya dalam dua tahun.
Sehingga, Sri Lanka berharap besar dengan sektor Pariwisata untuk pemulihan ekonomi. Terlebih jumlah pariwisata secara keseluruhan lebih tinggi daripada tahun 2021, menandai apa yang dianggap banyak orang sebagai kebangkitan pandemi.
Baca Juga
Namun tampaknya krisis ekonomi yang melanda negara tersebut membuat Sri Lanka harus bersaba.
Pemilik restoran dan hotel di Galle juga pesimis tentang kebangkitan yang kuat sekarang, karena Sri Lanka berebut sekitar US$ miliar atau Rp43,4 triliun untuk menjembatani keuangan dari berbagai sumber termasuk India, China dan Bank Dunia untuk membayar impor penting.
Sri Lanka juga sedang merundingkan program dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis valuta asing.
"Orang-orang protes. Jalan-jalan diblokir, wisatawan perlu bepergian dan mereka membutuhkan bahan bakar untuk itu dan mereka tidak bisa menunggu dalam antrean," kata Samitha, yang bekerja sebagai eksekutif kantor depan di sebuah hotel di Galle.
"Bukan hanya saya, tetapi semua bisnis menderita karena situasi saat ini. Saya merasa sangat sedih dengan keadaan negara kita," katanya.