Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI turut menanggapi terkait aplikasi PeduliLindungi yang disebut melanggar HAM oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, aplikasi tersebut justru membantu Pemerintahan dalam mengurangi penyebaran Covid-19 di Indonesia.
“PeduliLindungi turut berkontribusi pada rendahnya penularan Covid-19 di Indonesia dibanding negara tetangga dan bahkan negara maju. Aplikasi ini memiliki peran yang besar dalam menekan laju penularan saat kita mengalami gelombang Delta dan Omicron," kata Nadia dikutip dari laman Sehat Negeriku Kemenkes RI, pada Jumat (15/5/2022).
Kemenkes RI mengklaim aplikasi PeduliLindungi telah mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik. Kemudian mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi Covid-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup sepanjang 2021-2022.
“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar, " imbuh Nadia.
Nadia juga mengajak masyarakat untuk secara seksama membaca laporan asli dari US State Department. Menurutnya, tidak ada dalam laporan tersebut yang menuduh penggunaan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM.
"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” katanya.
Baca Juga
Nadia juga menyampaikan aplikasi PeduliLindungi memuat prinsip-prinsip tata kelola aplikasi yang jelas, termasuk kewajiban untuk tunduk dengan ketentuan perlindungan data pribadi. Pengembangan PeduliLindungi juga mengacu pada kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the Covid-19 Response tahun 2020, yang menjadi referensi berbagai negara atas praktik pemanfaatan data dan teknologi protokol kesehatan Covid-19.
"Aspek keamanan sistem dan perlindungan data pribadi pada PeduliLindungi menjadi prioritas Kementerian Kesehatan. Seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut Data Ownership and Stewardship," katanya.
Selain itu, lanjut Nadia, persetujuan (consent) dari pengguna telah menjadi layer dalam setiap transaksi pertukaran data, misalnya pada fitur check in di area publik, akses pada perangkat, perekaman geolokasi, dan penghapusan history penggunaan. Fitur-fitur tersebut menurunkan hadir untuk merespon kebutuhan penanggulangan Covid-19 yang semakin dinamis.
Nadia menambahkan pihaknya telah melakukan kerjasama strategis dengan berbagai pihak untuk memastikan sistem elektronik pada PeduliLindungi telah aman dan laik digunakan. Bahkan Kemenkes RI bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menerapkan sistem pengamanan berlapis yaitu pengamanan pada aplikasi, pengamanan pada infrastruktur (termasuk pusat data) dan pengamanan data terenkripsi.
"PeduliLindungi telah melalui rangkaian penilaian aspek teknis dan legalitas dalam rangka pendaftaran sebagai penyelenggara sistem elektronik pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan penempatan data di Pusat Data Nasional Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan demikian, PeduliLindungi merupakan sistem elektronik yang andal, aman, terpercaya, dan bertanggung jawab," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia terkait penerapan aplikasi PeduliLindungi. Pernyataan tersebut dikutip dari laporan yang dikeluarkan oleh Kemenlu AS dengan judul "2021 Country Reports on Human Rights Practices".
Dalam laporan tersebut, ada banyak poin-poin terkait dengan temuan pelanggaran HAM di Indonesia. Mulai dari kasus pembunuhan di luar hukum atau sewenang-wenang oleh aparat, independensi peradilan, campur tangan pemerintah terkait privasi, pelanggaran serius dalam konflik di Provinsi Papua dan Papua Barat, hingga keberadaan undang-undang pencemaran nama baik pidana.