Bisnis.com, JAKARTA - Imran Khan, yang digulingkan sebagai Perdana Menteri Pakistan pada Sabtu (9/4), mengancam akan menerapkan darurat militer daripada menyerahkan kekuasaan kepada oposisi, menurut sebuah dokumen.
Menurut pejabat keamanan dan tokoh oposisi, dia mencoba beberapa langkah untuk mempertahankan kekuasaan dalam beberapa hari dan jam menjelang mosi tidak percaya. Namun, dia gagal menghentikannya dan pada menit-menit terakhir sebelum tengah malam pada hari Sabtu, dia digulingkan dari jabatannya.
Khan awalnya mencoba untuk menghentikan pemungutan suara, yang pertama kali dijadwalkan untuk digelar di Majelis Nasional akhir pekan lalu, dengan membubarkan parlemen dan menyerukan pemilihan umum baru. Dia mengklaim pemungutan suara itu adalah bagian dari konspirasi asing untuk menggulingkannya.
Akan tetapi manuver ini digagalkan oleh Mahkamah Agung, yang menyatakan tindakan Khan melanggar konstitusi dan memerintahkan pemungutan suara untuk dilanjutkan pada hari Sabtu.
Parlemen Pakistan menggulingkan Imran Khan dalam pemungutan suara di menit-menit terakhir. Pada Jumat (8/4), seorang menteri senior dari pemerintahannya mengirim pesan kepada seorang pemimpin oposisi yang berbunyi: "Hukum militer atau pemilihan umum adalah pilihan Anda."
Pernyataan itu tampaknya mengancam oposisi dengan ultimatum bahwa mereka harus menyetujui tuntutan Khan untuk pemilihan umum baru atau dia akan membawa militer Pakistan yang kuat untuk mengambil kendali, seperti yang telah terjadi berulang kali dalam sejarah negara itu.
Salah satu tokoh dari oposisi mengatakan telah menolak permintaan tersebut. “Imran Khan percaya seharusnya dia bukan siapa-siapa lagi,” kata mereka.
Menurut pejabat keamanan, pada hari mosi tidak percaya, yang ditunda partai Khan selama 14 jam, perdana menteri berusaha memecat panglima tentara untuk memprovokasi militer agar mengambil kendali dan memberlakukan darurat militer.
"Imran Khan ingin memecat panglima militer, tetapi pasukan menerima informasi tentang hal itu dan mereka menggagalkan rencananya setelah mereka mengetahuinya," kata seorang pejabat keamanan yang tidak mau disebutkan namanya seperti dikutip TheGuardian.com, Senin (11/4/2022).
"Khan ingin menciptakan krisis besar untuk tetap berkuasa," imbuhnya.
Para menteri Khan juga tampaknya mengatur panggung untuk intervensi militer.
“Jika darurat militer diberlakukan di negara ini, partai-partai oposisi akan bertanggung jawab atas ini, karena mereka telah terlibat dalam jual beli suara,” ujar Fawad Chaudhry, yang saat itu menjabat sebagai menteri informasi.
Ketika mosi tidak percaya terus dihalangi dan ditunda oleh Asad Qaisar, ketua parlemen dan sekutu dekat Khan yang dilaporkan bertindak atas instruksi langsung darinya, pemimpin oposisi Bilawal Bhutto Zardari mengatakan kepada parlemen bahwa Imran Khan ingin tentara terlibat.
Hakim Agung juga mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan menginstruksikan Mahkamah Agung untuk membuka pintunya pada tengah malam, untuk bertindak jika Khan berusaha untuk menghalangi pemungutan suara yang diamanatkan secara hukum.
Tuduhan bahwa Khan berusaha untuk melengserkan kepala staf militer untuk kepentingan politik juga dinyatakan dalam petisi hukum yang diajukan ke pengadilan tinggi Islamabad oleh pengacara Adnan Iqbal pada Sabtu malam.