Bisnis.com, JAKARTA-Pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menuai pro dan kontra.
Pasalnya, usai dipecat permanen, dukungan terhadap Terawan muncul lewat petisi daring yang berjudul "Save dr. Terawan dari sanksi pemecatan".
Tak hanya itu, banyak politisi pasang badan membela Terawan. Menurut mereka, pemecatan dokter tantara tersebut tidak sah. Misalnya Wakil Ketua DPR RI Bidang Ekonomi dan Keuangan Sufmi Dasco menyebut pemecatan Terawan menimbulkan kegaduhan.
Politisi Partai Gerindra itu bahkan akan meminta kepada pihak Kepolisian untuk menyelidiki oknum yang membuat kegaduhan ini, untuk kemudian diproses secara hukum.
“Karena kejadian-kejadian seperti ini tidak boleh terulang. Hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh organisasi, namun dilaksanakan oleh orang-orang per orang,” kata Dasco dilansir dari keterangan resminya, Senin (31/3/2022).
Senada, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena menyebut dokter Terawan adalah dokter yang banyak membantu dan memberikan pelayanan kesehatan. Jadi jangan sampai kepentingan publik atau rakyat yang ingin berobat jadi terganggu.
Baca Juga
"Sebenarnya kita mencari jenis pengobatan apa saja yang penting dan menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat. Soal nanti urusan keilmuan, nanti bisa diatur secara internal. Jadi hal ini jangan jadi wilayah publik seperti saat ini dan akhirnya menjadi ramai. Pemecatan ini jadinya menimbulkan kekisruhan baru lagi," ungkap Melki, Minggu (31/3/2022).
DPR pun bergegas dengan meminta klarifikasi IDI soal pemecatan Terawan dalam Rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan IDI yang rencananya digelar Selasa (29/3/2022) pukul 13.00 WIB. Namun, IDI meminta acara tersebut ditunda lantaran sedang menyelesaikan dokumen hasil Muktamar IDI ke 31 di Aceh.
Pejabat dan Politisi Membela
Tidak hanya di kalangan Senayan yang membela Terawan, Menkopolhukam Mahfud MD pun langsung memberi testimoni tentang kemanjuran metode Terawan dalam mengatasi stroke, yakni metode ‘cuci otak’ atau Digital Subtraction Angiography (DSA).
"Saya pernah dua kali cuci otak atau DSA ke dokter Terawan, yakni, ketika masih ketua MK sekitar tahun 2011 dan pada tahun 2017. Saya bukan ahli medis tapi kalau perasaan saya sih hasilnya bagus, keluhan langsung hilang. Makanya saya sampai dua kali dan yang kedua mengajak istri," kata Mahfud kepada, Sabtu (26/3/2022).
Selain pernah terapi dengan dokter Terawan, Mahfud menuturkan dirinya juga mendapat suntikan vaksin Nusantara yang dicetuskan oleh Terawan. Mahfud mengaku usai mendapat vaksin Nusantara, imun tubuhnya meningkat.
Eks Ketua MK itu bukan orang pertama yang memberikan testimoni. Sebelumnya, banyak tokoh hingga presiden juga memberikan testimoni serupa saat Terawan direkomendasikan dipecat pada 2018.
Aburizal Bakrie, politikus Golkar, mengunggah testimoninya dan mengaku sebagai salah satu pasien dokter Terawan yang sudah merasakan khasiat "brainwash".
Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, juga ikut berkomentar membela Terawan hingga dua politikus kawakan, Prabowo Subianto sampai Dahlan Iskan.
Teranyar, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly minta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dievaluasi usai memecat Terawan Agus Putranto. Yasonna sangat menyesalkan putusan IDI tersebut. Apalagi sampai memvonis tidak diizinkan melakukan praktik untuk melayani pasien.
“Posisi IDI Harus dievaluasi! Kita harus membuat undang-undang yang menegaskan izin praktek dokter adalah domain pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan,” ucapnya.
Respons IDI
Hingga saat ini, suara IDI kurang menggema di ruang publik. Namun, ekes pengurus IDI Pandu Riono yang juga epidemiolog dari UI Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan Terawan perlu mengurusi sendiri persoalannya dengan PB.
“Tidak perlu minta dukungan para politikus dan orang-orang "berhutang budi" tak perlu sibuk membantu. Sudah waktunya kita biarkan Terawan sebagai seorang dokter berkomunikasi dengan MKEK dan pengurus PB IDI,” ujarnya lewat Twitter, Rabu (30/3/2022).
Dia pun menyindir DPR yang sibuk mengurusi metode “brain wash” Terawan yang tidak terbukti secara ilmiah dibanding ketimbang persoalan TBC yang jadi penyakit akut di Indonesia.
“Lebih prioritas mana Cuci Otak atau Tuberkulosis? Sudah pasti tuberkulosis yg sangat tinggi di Indonesia, penyebab kematian penyakit menular terbanyak sebelum Pandemi Covid. Butuh komitmen pendanaan sebagai investasi untuk eliminasi TB 2030. Apakah politikus DPR punya kepedulian?,” cuitnya.
Dia pun meminta Kementerian Kesehatan melarang secara tegas praktek metode cuci otak atau brain wash atau DSA yang digunakannya sebagai terapi pada penderita stroke. Menurut Pandu, praktek Terawan tersebut tidak ilmiah seperti yang disampaikan Kemenkes pada 2018.
“DSA, Cuci Otak yg dilakukan Terawan dkk tidak ada bukti bermanfaat. Banyak testimoni keberhasilan, fakta manfaat tidak bisa hanya dg testimoni sukses, yg tidak sukses banyak tidak bicara bukan tidak ada. Sudah waktunya @KemenkesRI tegas melarang DSA,” ujar Pandu sembari mengunggah jurnal berjudul Neorologi berjudul Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) Benefecial for the Threatment of Ishcemice Stroke?, yang ditulis Prof. Dr. Moh. Hasa Mahfoed dalam jurnal BAOJ Neurologi, dikutip dari akun Twitternya, Kamis (31/3/2022).