Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan bahwa fenomena kelangkaan minyak goreng saat ini akan terus berulang akibat rapuhnya ketahanan pangan nasional.
Menurut Tulus, hilangnya komoditas pokok seperti minyak goreng di pasar bukanlah hal baru karena sebelumnya juga sering terjadi untuk komoditas tempe dan kedelai.
Rapuhnya ketahanan pangan karena pemerintah belum berhasil menjadikan ketahanan pangan yang sebenarnya.
“Fenomena ini akan terulang karena rapuhnya ketahanan pangan. Negara bisa tak berdaya melawan pasar dan tak mampu melakukan intervensi,” ujar Tulus.
Rapuhnya ketahanan pangan, ujarnya, juga akibat sampai kini Indonesia tidak punya daulat pangan karena bergantung pada bahan impor kecuali untuk beras saja.
“Kita tergantung pada impor bahan pangan sehingga kita didikte oleh mekanisme pasar,” ujarnya dalam acara diskusi bertajuk “Harga meroket, rakyat menjerit. Dimanakah negara?” yang digelar oleh Partai Gelora Indonesia bersama narasumber Ketua Umum Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSINDO) Hasan Basri dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia dengan keynote speech Ketua umum PRatia Gelora Anis Matta, Rabu (16/3/2022).
Baca Juga
Dia mencontohkan, ketergantungan impor seperti komoditas kedelai yang didatangkan dari Amerika Serikat, meski bahan itu merupakan makanan harian rakyat Indonesia.
Terkait minyak goreng, kita tidak bisa menentukan harga pasar meski jadi pemasok minyak sawit mentah (CPO), katanya. Anehnya, Malaysia malah mampu menentukan harga pasar meski produksi sawitnya tidak sebesar Indonesia.
“Selain itu, pemerintah tak mampu mengantisipasi kebutuhan global dan berapa kebutuhan nasional,” ujarnya.
Padahal, pemerintah telah membuat kebijakan soal domestic market obligation (DMO) untuk minyak goreng.
Dia bahkan mempertanyakan apakah DMO mengalir ke minyak goreng atau mengalir ke biodiesel, katanya.
Sementara itu, Anis Matta mengatakan kelangkaan dan kenaikan harga sejumlah komoditas sudah mulai mengganggu secara sosial politik maupun di dunia internasional.
“Apa pun alasan pemerintah. Gangguan politik sudah sangat terasa dan apabila dilihat mood masyaraat maka kondisi ini merupakan peringataan penting bahwa kita perlu antisipasi kemungkinan situasi ini dimamfaatkan secara politik.
Sebagai presidensi G-20, Indonesia dipermalukan melihat pemandangan antre minyak goreng dan pemandanga itu sangat menyedihkan, katanya.