Bisnis.com, JAKARTA - Sederet aset kripto, termasuk yang terbesar, Bitcoin terus melemah lantaran gejolak harga komoditas yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Dilansir Bloomberg pada Selasa (8/3/2022), Bitcoin mencatatkan nilai terendah sepanjang pekan ini senilai US$38.000.
Penurunan tercatat sebesar 4,8 persen pada perdaagangan di New York. Sementara itu, Ether turun sebesar 7 persen, terendah sejak 24 Februari. Token populer lainnya seperti Solano, Cardano dan Avalanche juga jatuh.
Invasi Rusia yang berlangsung selama hampir dua pekan, memunculkan perdebatan tentang apakah aset kripto dapat menjadi lindung nilai terhadap meningkatnya potensi penyitaan aset keuangan oleh pemerintah negara-negara.
Di lain sisi, banyak yang mempertanyak apakah kripto dapat menjadi alat penghindaran sanksi yang membutuhkan pengawasan yang lebih ketat.
Lloyd Blankfein, eks CEO Goldman Sachs Group Inc., dalam sebuah tweet Minggu malam mengatakan harga kripto saat ini tampaknya tidak mendukung argumen sebelumnya.
Baca Juga
"Tetap berpikiran terbuka tentang kripto, tetapi mengingat dolar AS yang melambung dan pengingat yang jelas bahwa pemerintah bisa dan akan dalam keadaan tertentu membekukan akun dan memblokir pembayaran, tidakkah menurut Anda crypto akan memiliki momen sekarang? Tidak melihat harganya, sejauh ini….," tulisnya dalam akun Twitter.
Sementara itu, S&P 500 juga menunjukkan kinerja terburuknya pada 2022 dan Nasdaq 100 turun 3 persen. Alhasil, Bitcoin yang memiliki korelasi tinggi dengan indeks tersebut terdampak.
Anjloknya nilai aset kripto pada Senin juga terjadi karena harga minyak melonjak di tengah kekhawatiran AS dan sekutunya yang berencana melarang impor minyak dari Rusia.
Nilai Bitcoin menunjukkan tren menyamping, gagal mempertahankan kenaikan melebihi US$45.000. Edward Moya, analis pasar senior broker forex Oanda, menulis dalam sebuah catatan pada Jumat bahwa formasi perluasan Bitcoin akan mengalami tekanan aksi jual di kisaran US$37.000.