Bisnis.com, JAKARTA –Juru Bicara (jubir) Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Tonang Dwi Ardiyanto menyebutkan, meskipun kecepatan penularan varian Omicron lebih cepat dari Delta, tetapi ada harapan puncak Omicron juga akan lebih cepat melandai.
Menurutnya, melandainya tren kasus bisa terjadi tanpa harus banyak pasien yang dirawat maupun menelan korban jiwa, melebihi gelombang Delta terdahulu.
“Tanpa bermaksud mensyukuri suatu musibah, Omicron ini kita ketahui bisa menyebar dengan cepat, tetapi harapannya puncaknya nanti segera turun. Kita bersyukur walaupun angka penularannya cepat, te angka perawatan pasien di rumah sakit masih signifikan di bawah gelombang Delta,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (26/2/2022).
Subvarian Omicron BA.1 menurut Tonang memiliki karakteristik cepat berkembang di saluran pernapasan, tetapi lambat berkembang di paru-paru.
“Inilah yang kita duga menjadi salah satu faktor gejala yang dialami pasien terinfeksi Omicron cenderung lebih ringan daripada varian Delta. Namun kita patut khawatir dengan subvarian Omicron BA.2 yang kemampuan berkembang di paru-paru bisa mendekati kemampuan Delta,” tuturnya.
Tonang pun mengakui, rata-rata derajat keparahan penyakit pada pasien terinfeksi Omicron ini memang lebih ringan daripada periode varian Delta sehingga dirinya berharap dengan banyaknya yang mendapat kekebalan alami dari infeksi dan ditambah makin banyak yang divaksinasi, varian virus ini tidak akan berkembang lebih jauh lagi.
Baca Juga
Dia melanjutkan, saat ini jumlah kasus dirawat di rumah sakit UNS sedikit mengalami peningkatan. Namun, saat dibandingkan dengan gelombang Delta yang relatif lebih rendah.
“Kalau di saat gelombang Delta yang lalu kita mengalih fungsikan lebih dari separuh tempat tidur, hampir 70 persen disediakan untuk penanganan Covid-19. Saat ini hanya sekitar 40 persen yang kami siapkan dan itu belum penuh,” katanya.
Selain saat ini mampu mempertahankan fasilitas pelayanan kesehatan, diketahui juga perbandingan kasus kematian periode Omicron dengan Delta juga berbeda secara signifikan.
Kendati demikian, Tonang menyarankan Kemenkes untuk mengkaji lebih mendalam mengenai kasus kematian saat ini.
Penyebabnya, mengambil sampel di DKI Jakarta apabila diambil rata-rata kasus mingguan maka puncaknya terjadi 10 Februari 2022, lalu diikuti penurunan angka kematian pada 20 Februari 2022. Alhasil apabila polanya seperti ini, maka angka kematian akan ikut turun atau melandai beberapa pekan setelah kasus konfirmasi harian menurun juga.
Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui beberapa hal untuk menghadapi periode Omicron. Ini tidak berbeda jauh dengan cara-cara yang sudah dilakukan saat menghadapi gelombang Delta.
“Jika timbul gejala, maka saat itu juga kita harus periksa (testing) PCR/Antigen. Saat hasilnya negatif, maka jangan langsung senang dahulu, tunggu dua hari lagi untuk memastikan kembali melalui tes PCR/Antigen apakah benar-benar negatif atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, dia mengingatkan apabila kontak erat, maka dilakukan tes PCR/Antigen pada awalnya (entry test). Baik hasilnya positif maupun negatif, kontak erat harus melakukan karantina 5 hari.
“Nanti di hari kelima kita ulang kembali tes kedua (exit test). Apabila hasil exit test negatif, maka karantina dianggap selesai,” katanya.