Bisnis.com, JAKARTA - Langkah pemerintah mendorong kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi syarat permohonan peralihan hak tanah melalui jual beli mulai 1 Maret 2022 dinilai kurang tepat.
Menurut peneliti kebijakan sosial Perkumpulan Prakarsa, Irvan Tengku Harja, kepesertaan BPJS Kesehatan dengan jual beli tanah tidak ada sangkut pautnya. Jika tujuan pemerintah ingin menambah jumlah peserta, harusnya dengan meningkatkan kualitas pelayanannya.
“BPJS Kesehatan harus mengupgrade layanan dan fasilitas kesehatannya, juga tenaga kesehatan dari segi kualitas dan kuantitas. Dengan demikian, publik akan terdorong untuk ikut atau aktivasi ulang kepesertaannya,” ujar irvan kepada Bisnis, Kamis (24/2/2022) malam.
Jika dipaksakan menjadi syarat wajib jual-beli tanah dan hal-hal lain yang tidak berhubungan, kata Irvan, hal itu bisa memberatkan mereka yang mengalami kendala akses ke program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Semisal mereka yang tinggal di pedalaman, pegunungan atau pesisir yang jauh dari Faskes Tingkat Pertama atau kantor cabang BPJS Kesehatan dan ketika mereka ingin mengurus sesuatu lalu tidak punya KIS, itu akan menyulitkan mereka,” jelasnya.
Irvan melihat banyak orang atau penduduk di pedalaman, pegunungan atau pesisir sulit mengakses program ini karena kendala jarak. Jika terdaftar, terkendala jarak untuk bayar offline, sementara untuk mengakses pembiayaan online juga disulitkan oleh akses sinyal.
Baca Juga
“Jadi jika mau dikaitkan atau dihubungkan dengan kebijakan lain, ya perbaiki dulu pelayanannya. Perluas persebaran faskesnya, tingkatkan kualitasnya dan tambah tenaga kesehatannya. Dari situ, penduduk di wilayah 3T bisa memanfaatkan JKN sekaligus mendongkrak program universal health coverage yang dicita-citakan pemerintah,” terang Irvan.
Seperti diketahui, pemerintah berniat meningkatkan kepesertaan JKN melalui sejumlah program mulai dari syarat jual beli tanah, pembuatan SIM, pengajuan KUR hingga urusan ibadah yakni pergi haji. Kementerian ATR/BPN menjadi salah satu instansi yang akan mulai menjalankan regulasi tersebut.
Ketentuan tentang syarat tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Lewat Inpres tersebut, diinstruksikan kepada berbagai kementerian untuk mengambil langkah-langkah sesuai tupoksinya dalam rangka optimalisasi program JKN.