Bisnis.com, JAKARTA – Isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali menjadi trending topik yang mencuat ke publik setelah ceramah Oki Setiana Dewi dinilai menormalisasi.
Terkait hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia atau MUI menilai anggapan normalisasi KDRT tidak bisa semata-mata dijustifikasi kesalahannya dan dihakimi orangnya.
"Dalam permasalahan ini, kita perlu mengurai secara bijak maksud sang ustazah menghadirkan riwayat suatu keluarga dalam ceramahnya yang kemudian memunculkan adanya anggapan legalisasi kekerasan terhadap perempuan," tulis MUI dalam keterangannya, dikutip dari laman resmi MUI, Kamis (4/2/2022).
Dalam ceramahnya, sang ustazah membeberkan kelapangan seorang istri atas perlakuan kekerasan sang suami.
Bagi ustazah, kelapangan itu dibuktikan bukan hanya dengan ketiadaan perlawanan sang istri kepada suami, tetapi juga ketiadaaan keluh kesah istri yang disimpan sendiri, termasuk ketika didapati menangis oleh ibunya sendiri.
Di akhir riwayat, ustazah mengungkapkan konklusi naratif yaitu “Jadi nggak perlu menceritakan aib yang sekiranya membuat menjelek-jelekkan pasangan kita sendiri.”
Baca Juga
Sang ustazah tampak berusaha menyampaikan urgensi istri menjaga aib keluarga atau pasangan, termasuk dirinya sendiri, karena keaalpaan dia dalam menciptakan keharmonisan bersama keluarganya.
Secara bersamaan pula tidak ditampik, ungkapan ustazah juga membuka potensi bagi adanya pemahaman 'normalisasi kekerasan' karena yang ditutupi adalah suatu perbuatan yang diidentifikasi sebagai suatu kekerasan, dan tentu sangat dilarang dalam Islam.
"Jadi terdapat semacam pelesetan orientatif, suatu risalah keagamaan didapati menjadi dilematis atau bahkan bertentangan, di sisi lainnya karena tarikan riwayat analogis (penisbatan) yang kurang pas," tulis MUI kemudian.
Di sisi lain, nilai moralitas dari kelapangan istri adalah bagaimana cara istri memberikan penyadaran kepada suami melalui kelembutan yang mampu merepresentasikan keagamaan.
Islam hadir di dalamnya, bagaimana dakwah Islam dijalankan selaras dengan perbuatan istri, yakni dengan penyadaran-penyadaran.
Hal itu jelas terbukti ketika pengaduan kepada orangtuanya tidak didapati dari istri, suami merasa sadar akan perbuatannya.