Bisnis.com, JAKARTA- Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur akhirnya menjadi kenyataan.
Pada sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU pada Selasa (18/1/2022).
Dengan demikian, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur mendapat dasar hukum yang cukup kuat.
Selain mengesahkan undang-undang, pemerintah rupanya juga telah menyiapkan nama Nusantara untuk ibu kota negara. Nusantara dipilih menjadi nama Ibu Kota Negara baru karena memiliki filosofi tersendiri.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, 'Nusantara' dipilih sebagai nama ibu kota negara baru di Kalimantan Timur karena kata tersebut sudah dikenal sejak lama dan ikonik di dunia internasional.
"Alasannya adalah Nusantara sudah dikenal sejak dulu, dan ikonik di internasional, mudah dan menggambarkan kenusantaraan kita semua Republik Indonesia," kata Suharso dalam rapat dengan Panitia Khusus RUU Ibu Kota Negara, Senin (17/1/2022).
Baca Juga
Ia mengatakan, pemerintah telah meminta pertimbangan dari ahli bahasa dan ahli sejarah untuk memilih nama yang paling tepat untuk ibu kota baru.
Kendati demikian, rencana pemindahan ibu kota sehatinya bukanlah wacana baru. Rencana ini bahkan telah ada sejak Presiden ke-1 Sukarno hingga SBY.
Sukarno
Pada 17 April 1957, Presiden Sukarno sempat meletakkan batu pertama di Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai “sister city” Jakarta.
Pertimbangannya, Palangkaraya bisa membagi beban Jakarta sebagai ibu kota negara (IKN).
Kendati demikian, kedudukan Palangkaraya ini tidak menggantikan Jakarta sebagai IKN. Perannya hanya berbagi beban terhadap kebutuhan daya tampung Jakarta.
"Mari kita jadikan Jakarta dan Surabaya sebagai kota-kota mati. Kedua kota besar itu bagi saudara-saudara kita di luar Jawa ibaratnya sudah menjadi Singapura dan Hong Kong-nya Indonesia. Modal hanya berpusat di kedua kota besar itu, dan seolah-olah mengeksploitir daerah-daerah di luar Jawa,” ucap Bung Karno pada Seminar TNI-AD I di Bandung pada 1965.
Suharto
Pada era kepemimpinan Suharto, gagasan pemindahan ibu kota muncul kembali dengan mengusulkan daerah Jonggol, Bogor, sebagai Ibu Kota negara.
Presiden Suharto menerbitkan Keputusan Presiden No 1 tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri.
Sejumlah persiapan sebenarnya sudah dilakukan, termasuk penunjukan lokasi untuk pengembangan ibu kota baru di Jonggol tersebut.
Sayangnya rencana ini tidak beranjak lebih maju. Pasalnya, setahun kemudian Presiden Suharto menyatakan berhenti sebagai presiden.