Bisnis.com, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mewaspadai potensi gempa bumi megatrust dengan magnitudo 8,7 di Selatan Jawa, Selat Sunda dan Sumatera.
Hal itu disampaikan Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai BRIN, Widjo Kongko.
Widjo mengatakan, gempa bumi dengan magnitudo 6,7 yang mengguncang Banten beberapa waktu lalu menjadi penanda bahwa Indonesia termasuk wilayah yang rentan bencana gempa bumi dan tsunami.
“Gempa yang terjadi di Banten ini mengingatkan adanya potensi ancaman di Selatan Jawa, Selat Sunda, Sumatera, dengan potensi Megatrustnya,” ujarnya dikutip dari laman brin.go.id, Senin (17/1/2022).
Menurutnya, potensi gempa bumi megatrust Selat Sunda bisa juga lebih tinggi dari yang diprediksikan selama ini. Hal itu ketika lepasnya bersamaan dengan segmentasi di atasnya yaitu megatrust Enggano dan di sebelah timurnya magatrust Jawa Barat-Tengah.
Baca Juga
“Potensi yang demikian energinya mirip gempa bumi dan tsunami Aceh 2004. Namun, karena secara umum kedalaman laut di daerah sumber gempa lebih dalam dibandingkan dengan yang kejadian 2004, maka berdasar perhitungan model, secara saintifik tsunami yang terjadi bisa lebih tinggi dari Aceh,” ungkap Doktor yang pernah meneliti potensi gempa bumi megatrust dan tsunami di Selatan Jawa tersebut.
Meskipun demikian, Widjo mengimbau agar masyarakat tidak panik, namun bersama dengan otoritas terkait dapat meningkatkan upaya mitigasi bencana.
“Di sisi hilir kita harus siapkan program mitigasi bencana yang diperlukan, diantaranya menyiapkan peta ancaman dan peta resiko detil di setiap daerah, memberikan edukasi bencana kepada masyarakat, menyiapkan tempat evakuasi yang layak, dan secara rutin melakukan simulasi menghadapi tsunami. Di sisi hulu, kajian mengenai gempa bumi dan tsunami perlu dilakukan secara terus-menerus,” tegasnya.
Ditambahkan, beberapa hal yang penting adalah melihat karakteristik ancaman tsunami di Indonesia.
“Sumber tsunami di Indonesia umumnya sangat dekat yaitu sekitar 100 km dari lepas pantai, sehingga waktu perjalanannya sampai ke daratan terjadi sangat cepat,” papar Widjo.
Ia menekankan aspek mitigasi yang perlu dilakukan masyarakat tentang konsep evakuasi mandiri dan tidak terlalu mengandalkan teknologi yang ada saat ini.
Disamping itu, Widjo berharap, pembangunan InaTEWS yang selama ini telah berjalan, misalnya fasilitas Buoy OR-PPT BRIN yang telah di pasang di lepas pantai Bengkulu hingga Sumba dan saat ini masih berfungsi perlu dioptimalkan pemanfaatannya, supaya dapat membantu masyarakat memperoleh peringatan dini tsunami secara lebih akurat melalui BMKG.