Bisnis.com, JAKARTA - Usulan nama Nusantara sebagai Ibu Kota baru Indonesia di Kalimantan Timur (Kaltim) memicu kontroversi dengan berbagai alasan setelah DPR hari ini, Selasa (18/1/2022) menyetujui RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan pemerintah.
Politisi Partai Gerindra Fadli Zon yang juga Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR menilai usulan 'Nusantara' sebagai nama baru Ibu Kota Indonesia kurang tepat.
Dia menilai nama itu bias dan terlalu luas seperti adanya istilah “Wawasan Nusantara”.
"Nusantara kurang cocok jadi nama Ibu kota baru. Nusantara punya pengertian sendiri sebagai wilayah Indonesia, belum lagi ada 'Wawasan Nusantara'" cuit Faldi Zon leat akun Twitter miliknya, Selasa (18/1/2022).
Dia pun mengusulkan agar nama Ibu Kota baru menjadi Jokowi.
Menurutnya hal tersebut sama dengan Nursultan sebagai nama Ibu Kota Kazakhstan. Nursultan merupakan nama presiden pertama Kazakhstan Nursultan Nazarbayev.
Baca Juga
"Usul saya nama Ibu Kota langsung saja “Jokowi”, kata Fadli Zon.
Usul Rocky Gerung
Sama halnya dengan Fadli Zon, pengamat politik Rocky Gerung mengusulkan nama presiden untuk nama Ibu Kota. Hanya saja Rocky lebih memilih Soekarnokarta sebagai bentuk penghormatan terhadap Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia.
"Emang nggak ada nama lain, menghormati Bung Karno misalnya, Soekarnokarta itu misalnya," ujarnya.
Berikutnya, Rocky juga mengusulkan nama Jokowikarta, karena ibu kota baru tersebut didirikan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
Pemberian nama Nusantara untuk ibu kota negara ternyata melalui proses panjang. Ada sekitar 80 nama yang menjadi usulan sebelum akhirnya pemerintah memilih nama Nusantara.
Hal itu diungkap Suharso dalam rapat pembahasan RUU Ibu Kota Negara bersama Pansus di DPR. Dia lantas menyebut sejumlah nama yang menjadi kandidat untuk nama Ibu Kota negara.
"Di antaranaya misalnya Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Wanapura, Cakrawalapura, Kertanegara. Ada sekitar 80-an lebih tetapi kemudian akhirnya dipilih kata Nusantara tanpa kata jaya," ujar Suharso.
Anggota Panja RUU IKN DPR dari fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan frasa Nusantara justru dikhawatirkan dapat mereduksi atau mempersempit makna Nusantara yang selama ini telah difahami oleh masyarakat secara luas.
"Nama Nusantara dalam pikiran bawah sadar kita itu nama yang sudah melegenda dan identik dengan Indonesia. Khawatir kita kalau nama Nusantara kemudian mengerucut menjadi lokasi tertentu apakah ini satu reduksi atau tidak," katanya.
Karena itu, Yanuar mengusulkan agar penamaan IKN ini tidak satu kata, tetapi disandingkan dengan kata lain supaya tidak membingungkan.
"Karena itu sebagai salah satu jalan keluarnya itu ya di buat dua kata, satu kata usulan presiden dan satu lagi DPR misalnya tapi lebih lanjut perlu dicari solusinya," ucapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Pansus RUU IKN DPR RI Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia. Dia menilai, nama Nusantara ini dikawatirkan menjadi multitafsir dan disalahpahami oleh banyak orang di kemudian hari.
"Ini secara semantik harus tepat. Rasa-rasanya IKN Nusantara itu multitafsir. Jangan-jangan negara kita sudah berubah jadi negara Nusantara," ujarnya.