Bisnis.com, JAKARTA--Kejaksaan Agung membeberkan cara pelaku membobol PT Garuda Indonesia dengan mark up penyewaan dan pembelian pesawat PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengemukakan pembobolan itu terjadi ketika PT Garuda Indonesia berencana menambah armada pesawat sebanyak 64 pesawat menggunakan skema pembelian atau financial lease dan sewa atau operation lease buy back melalui pihak lessor.
"Sumber dana yang digunakan untuk menambah jumlah armada itu dengan menggunakan lessor agreement di mana pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT Garuda Indonesia membayar secara bertahap dengan memperhitungkan waktu kirim terhadap inflasi," tuturnya di Kejaksaan Agung, Selasa (11/1/2022).
Selanjutnya, kata Leonard, sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), direalisasikan beberapa jenis pesawat antara lain pesawat jenis ATR 72-600 sebanyak 50 unit dengan rincian lima unit pesawat status dibeli dan 45 pesawat disewa, ditambah pesawat CRJ 1000 dengan rinciannya sebanyak 18 unit yang dibeli dan 12 unit pesawat disewa.
"Bussiness Plan Procedure dalam pengadaan atau sewa pesawat di PT. Garuda Indonesia ini adalah Direktur Utama yang membentuk Tim Pengadaan Sewa pesawat atau Tim gabungan yang libatkan personal dari beberapa Direktorat yaitu teknis, niaga, operasional dan layanan atau niaga yang akan meakukan kajian dan dituangkan ke dalam bentuk paper hasil kajian," katanya.
Baca Juga
Menurut Leonard, Feasibility Study (FS) yang telah disusun oleh tim tersebut berdasarkan masukan dari Direktorat terkait dan mengacu pada bisnis plan yang dibahas dalam pembahasan anggaran harus inline dengan perencanaan armada dengan alasan feasibility atau riset dan habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Bahwa atas pengadaan atau sewa pesawat itu diduga telah terjadi peristiwa tindak pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntung pihak Lessor," ujarnya.