Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi dalam Perizinan Kawasan Hutan

Ombudsman Republik Indonesia menemukan potensi maladministrasi terkait tata kelola dan pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan.
Foto udara area bekas tambang emas ilegal di kawasan hutan lindung Ulu Masen antara Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Selasa (18/2/2020). Maraknya aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan hutan lindung disebabkan minimnya pengawasan dari pihak terkait sehingga dikhawatirkan dapat memicu bencana alam terutama banjir dan tanah longsor. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Foto udara area bekas tambang emas ilegal di kawasan hutan lindung Ulu Masen antara Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Selasa (18/2/2020). Maraknya aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan hutan lindung disebabkan minimnya pengawasan dari pihak terkait sehingga dikhawatirkan dapat memicu bencana alam terutama banjir dan tanah longsor. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

Bisnis.com, JAKARTA- Ombudsman Republik Indonesia menemukan potensi maladministrasi terkait tata kelola dan pengawasan izin pinjam pakai kawasan hutan.

Temuan itu terangkum dalam Kajian Sistemik terkait Tata Kelola dan Pengawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Pengawasan yang Integratif yang dipublikasikan, pada Kamis (6/1/2022).

Ombudsman menemukan dua aspek temuan dan menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada lima institusi terkait.

“Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH dari penerbitan sampai pada pengawasan terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin, serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH,” ujar Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto.

Pihaknya mencatat, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya terutama untuk kegiatan pertambahan dan non pertambangan.

Pada 2018, misalnya, IPPKH yang terbit sebanyak 49.235.50, 2019 sebanyak 66.311.87, 2020 sebanyak 81.224.47 dan 2021 sebanyak 104.401.71.

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil kajian, temuan Ombudsman RI terkait IPPKH terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan.

Pada aspek tata kelola, Ombudsman RI menemukan setidaknya 5 potensi maladministrasi, yakni  penundaan berlarut dalam IPPKH, dan tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi Gubernur daerah mengenai IPPKH.

Selain itu ada juga persoalan berupa  kurangnya aksesbilitas informasi proses permohonan IPPKH  dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH,  hingga belum adanya penyebarluasan informasi Geopasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO).

Sedangkan dalam aspek pengawasan, Ombudsman menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak indepeden, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas sehingga memperlama prosedur telaah kawasan.

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang diniliai terlalu singkat serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan,” ucap Hery.

Karena itu, lanjutnya, Ombudsman memberikan saran atau perbaikan korektif kepada 5 Kementerian agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja. Adapun saran itu sebagai berikut:

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Investasi/BKPM agar secara intensif berkoodinasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Pertama, menetapkan persyaratan yang spesifik, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku P2KH yang dituangkan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setingkat Provinsi melalui DMPTSP.

Kedua, melakukan harmonisasi SOP terutama mengenai jangka waktu pelayanan terkait pertimbangan teknis dan telaah fungsi kawasan dalam rangka intergrasi dan transformasi menisme perizinan ke sistem OSS.

Ketiga, melakukan percepatan proses tranformasi dan intergrasi IPPKH/P2KH ke dalam ISS yang dapat diakses secara transparan dan mudah oleh pemohon.

Keempat, mempercepat tahapan sosialisasi terkait teknis pelayanan P2KH berdasarkan ketentuan dan kebijakan yang baru ditunjuk bagi pelaksana di lapangan.

Kelima, kepada Kementerian LHK dan Badan Informasi Geopasial, untuk berkoordinasi secara intensif dalam melakukan percepatan penyediaan dan penyebarluasan Informasi Geospasial Tematik (IGT) Peta IPPKH.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper