Bisnis.com, SOLO - Di balik slogan Yogyakarta Berhati Nyaman, Kota Pelajar ini rupanya "menyimpan" aksi kejahatan yang kerap disebut dengan klitih--yang mana bisa menimpa siapa saja.
Dihimpun dari berbagai sumber, Selasa (28/12/2021), klitih dalam bahasa Jawa berarti kegiatan angin di luar rumah atau keluyuran. Menurut sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM) Suprapto, klitih sebenarnya mempunyai makna yang positif.
Kata tersebut merujuk pada suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang.
Sayangnya, makna itu kemudian menjadi negatif ketika kegiatan mengisi waktu luang itu dilakukan dengan menyerang orang lain di jalan secara acak, serta tanpa motif yang jelas.
Mirisnya lagi, selama ini kebanyakan pelaku aksi tersebut adalah remaja usia SMP maupun SMA dan dilakukan pada malam hari.
Adapun gambaran dari klitih adalah aksi penyiletan terhadap orang lain. Biasanya pelaku klitih adalah sekelompok geng yang berusaha menyerang lawannya. Akan tetapi, bisa juga menyasar masyarakat umum yang sama sekali tidak dikenal oleh pelaku.
Baca Juga
Meskipun begitu, klitih diyakini bukan kejahatan bawaan lahir, melainkan dilakukan secara sadar. Kebanyakan motif pelaku adalah balas dendam, rasa tidak suka, atau sekadar mencari-cari kegiatan sebagaimana makna asli dari klitih.
Korban yang dipilih pun tidak pandang bulu. Mayoritas sesama remaja, namun mahasiswa hingga orang dewasa pun tak luput menjadi korban aksi klitih yang marak di Jogja.
Para pelaku aksi klitih biasanya tidak segan melukai korban dengan cara membacok, memukul, atau menyerang menggunakan senjata tajam.
Berbeda dengan begal yang merampas harta korban, pelaku klitih biasanya cukup puas melihat korban terluka dan tidak berdaya. Mereka akan meninggalkan korban terkapar begitu saja.