Bisnis.com, JAKARTA – Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh hari ini, Kamis (9/12/2021) dirayakan seluruh masyarakat di Bumi. Latar belakang momen ini adalah untuk mengakhiri dampak buruk korupsi. Rasuah di Indonesia dianggap kian mengkhawatirkan. Pada saat yang sama, baru-baru ini tersangka kasus korupsi PT Asabri Heru Hidayat dituntut hukuman mati.
Jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap bos PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat. Dia dinilai terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan investasi PT Asabri (Persero) yang merugikan negara Rp22,7 triliun.
Selain dituntut hukuman mati, Heru Hidayat juga diwajibkan membayar pidana pengganti sebesar Rp12,643 triliun.
Meski ada koruptor yang dituntut dengan hukuman mati, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan bahwa pemberantasan korupsi kian mendekati titik nadir.
Cabang-cabang kekuasaan negara semakin terintegrasi dengan kekuatan oligarki untuk menguasai sumber daya publik dengan cara yang lancung. Kemampuan untuk meruntuhkan sistem penegakan hukum terjadi di berbagai bidang.
Bahkan di saat negara sedang krisis karena Covid-19, ini dimanfaatkan sejumlah elite politik yang bermain dengan pelaku bisnis untuk meraup keuntungan.
Baca Juga
“Apa yang telah dijanjikan oleh pemerintah untuk memperkuat pemberantasan korupsi tidak terwujud. Sebaliknya, masyarakat terus menjadi korban atas kejahatan korupsi,” katanya, Kamis (9/12/2021).
Adnan menjelaskan, bahwa sejumlah survei terbaru yang telah dirilis berbagai lembaga menggambarkan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Indeks Perilaku Antikorupsi 2021 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, misalnya. Temuannya menunjukkan adanya peningkatan praktik suap-menyuap yang dilakukan masyarakat saat mengakses pelayanan publik.
Menurutnya, temuan tersebut bukan hal mengejutkan. Sebab, satu tahun terakhir masyarakat dapat secara jelas melihat agenda pemberantasan korupsi semakin dikesampingkan negara.
Dari aspek penegakan hukum, Adnan melihat kebijakan atau keputusan yang diambil justru semakin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sungguh.
Misalnya, putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pengujian materi UU KPK. Lalu, penghapusan syarat memperketat remisi bagi pelaku korupsi oleh Mahkamah Agung hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik.
Pada saat yang sama, agenda penguatan KPK sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo jauh panggang dari api.
Kebijakan politik revisi UU KPK, terpilihnya komisioner KPK bermasalah, sampai pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah mencerminkan bukti pelemahan antikorupsi di Indonesia.
Oleh karena itu, ICW memandang momentum Hari Antikorupsi Dunia patut dirayakan dengan kesedihan. Di saat yang sama, masyarakat perlu sadar bahwa menyandarkan harapan tinggi pada negara untuk memberantas korupsi akan jatuh pada mimpi belaka.
“Karena korupsi selalu mengorbankan kita sebagai warga masyarakat. Momentum hari Antikorupsi Dunia ini dapat menjadi titik balik perlawanan masyarakat terhadap korupsi. Mari perkuat suara kita, mari kita perkuat peran kita untuk melawan korupsi,” jelas Adnan.