Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini mendapat kritikan setelah memaksa seorang anak tunarungu untuk berbicara di atas panggung.
Peristiwa tersebut terjadi saat peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI dan disiarkan secara langsung melalui channel YouTube pada Rabu (1/12/2021).
Dalam acara tersebut, perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Stefanus mengaku terkejut dengan tindakan yang dilakukan Risma.
Dihadapan Risma, Stefanus mengatakan tidak seharusnya seorang tunarungu tidak dipaksa berbicara langsung di depan orang banyak tanpa menggunakan alat bantu dengar.
"Bahwasanya anak tuli itu memang bisa tidak menggunakan alat bantu dengar, tapi tidak untuk dipaksa untuk berbicara," kata Stefanus seperti dalam video.
Baca Juga
Oleh karena itu, bahasa isyarat atau alat bantu dengar itu penting bagi mereka karena dapat sebagai petunjuk.
Mendapat kritikan itu, Mensos Risma sepakat dengan yang disampaikan oleh Stefanus. Namun, demikian apa yang dilakukannya itu berdasarkan dari pengalamannya saat masih menjabat sebagai wali kota.
Saat itu ia bertemu dengan penyandang tunarungu yang kemampuan bicaranya sangat terbatas. Tapi setelah dilatih secara terus menerus, kemampuan bicaranya saat ini sudah jauh lebih baik.
"Stefanus, ibu tidak mengurangi bahasa isyarat, tapi kamu tahu Tuhan memberikan mulut, telinga dan mata buat kita, yang ibu ingin ajarkan untuk kalian terutama anak-anak, yang dia menggunakan alat bantu dengar sebetulnya tidak mesti bisu. Jadi karena itu saya paksa kalian untuk bicara, supaya kita bisa maksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat, tapi kalau kamu bisa bicara kamu bisa menjadi lebih baik lagi," ungkapnya.
"Saya belajar ini dari mbak Angki, saat itu mbak Angki pada beberapa tahun lalu bicaranya tidak jelas seperti sekarang, tapi karena dilatih sekarang bicaranya sangat jelas" lanjut Risma.
Mendengar jawaban Risma itu, Stefanus kemudian menambahkan bahwa kemampuan orang tunarungu itu memang bermacam-macam. Oleh karena itu tidak bisa disamaratakan antara satu dengan yang lain seperti kasus Angki.
"Jadi kemampuan bicara anak tuli itu bermacam-macam, karena ada yang tuli sejak kecil dan ada yang tidak tuli sejak kecil dan kemampuan bahasa isyaratnya juga bermacam-macam, dan itu harus dihargai," tambah Stefanus.
Di akhir percakapan itu, Risma mengatakan bahwa apa yang disampaikan itu semata-mata untuk memberikan semangat dan jangan menyerah untuk belajar.