Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menumpahkan kekesalannya terkait investasi sektor energi menuju transisi energi terbarukan. Dia menyebut birokrasi untuk menarik minat investasi masih berbelit-belit.
Pernyataan itu disampaikannya saat memberi pengarahan langsung kepada seluruh direksi dan jajaran komisaris PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) bersama sejumlah Kementerian terkait di Istana Bogor, Selasa (16/11/2021).
Jokowi mengatakan bahwa cukup banyak calon investor yang ingin menanamkan modalnya ke Pertamina maupun PLN. Namun, birokrasi untuk mengundang investasi masih ruwet, sehingga mengundurkan minat calon pemodal.
"Saya kadang-kadang pengen marah untuk sesuatu yang saya tahu, tapi kok sulit banget dilakukan. Sesuatu yang gampang, tapi kok sulit dilakukan. Kok nggak jalan-jalan," katanya melalui siaran Youtube Setpres, Sabtu (20/11/2021).
Jokowi meminta jajarannya untuk menyelesaikan perkara tersebut. Pasalnya transisi energi menuju netral karbon 2060 yang dicanangkan pemerintah memerlukan investasi dengan nilai tidak sedikit.
PLN misalnya memerlukan dana jumbo sekitar US$500 miliar setara Rp7.000 triliun. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021 - 2030 saja, PLN memperkirakan kebutuhan investasi dalam 9 tahun ke depan mencapai Rp72,4 triliun per tahun. Artinya kebutuhan dana hingga 9 tahun ke depan setidaknya Rp651,6 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, pemerintah menargetkan produksi migas mendukung transisi energi ini mencapai US$187 miliar atau setara Rp2.600 triliun pada 2030. Investasi itu diperlukan untuk mencapai produksi 1 juta barel minyak serta 12 miliar kubik gas.
"Posisi [kondisi] ini yang harus terus diperbaiki dengan profesionalisme yang bapak ibu miliki," kata Jokowi.