Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin tengah mengkaji kemungkinan menerapkan tuntutan hukuman mati bagi terdakwa dan terpidana kasus korupsi Jiwasraya dan PT Asabri.
Menanggapi hal tersebut, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa wacana tersebut bagus sebagai bukti upaya serius dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi (tipikor).
“Saya kira wacana yang bagus dari Jaksa Agung karena penegakan hukum tipikor sepertinya berjalan rutin tanpa usaha usaha serius memberantas korupsi,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (30/10/2021).
Menurutnya, proses peradilan tipikor berjalan rutin seperti biasa saja, termasuk fungsi kejaksaan sebagai penuntut umum, tanpa upaya serius untuk memberantas korupsi.
“Karena itu wacana mengoperasionalkan hukuman mati merupakan langkah yang cukup progresif dalam penegakan hukun dan harus didukung penuh untuk menghentikan korupsi uang negara atu rakyat,” ujarnya.
Selain pertimbangan hukuman mati, Jaksa Agung juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan.
Salah satunya mengupayakan supaya hasil rampasan dapat bermanfaat langsung, dan adanya kepastian baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi.
Sebagaimana diketahui, dari dua kasus itu, kerugian negara yang ditimbulkan adalah Rp 16,8 triliun dari Jiwasraya dan Rp 22,78 triliun dari Asabri.
Dua nama terdakwa kedua kasus itu adalah pengusaha yang memiliki reputasi cukup moncer di pasar modal. Keduanya adalah bos PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Heru Hidayat.
Dalam kasus Jiwasraya keduanya telah menerima vonis seumur hidup. Sementara dalam kasus Asabri, kasusnya sampai saat ini telah masuk di pengadilan.