Bisnis.com, JAKARTA--Polri membuka penyelidikan baru atas kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual kepada tiga orang anak di wilayah Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan menjelaskan penyelidikan baru tersebut dilakukan bukan berdasarkan ada alat bukti baru atau novum, melainkan dari laporan tipe A atau laporan yang dibuat sendiri oleh pihak Kepolisian.
"Jadi penyidik telah membuat laporan tipe A pada tanggal 12 Oktober 2021, tentang adanya dugaan pencabulan anak di bawah umur," tutur Ramadhan di Mabes Polri, Kamis (14/10/2021).
Menurut Ramadhan, Kepolisian sudah memeriksa dokter pada penyelidikan baru kasus itu dan telah ditulis ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Ramadhan juga mengatakan pihaknya akan terus melakukan pendalaman terkait perkara dugaan tindak pidana pencabulan tersebut.
"Perbedaan itu, adanya visum dan pemeriksaan medis secara mandiri dan dengan waktu yang berbeda. Sehingga penyidik mulai mendalami peristiwa dengan tempus atau waktu mulai tanggal 25-31," katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak meminta Kapolri membuka kembali penyelidikan kasus pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur yang dihentikan oleh Polres Luwu Timur.
Koalisi pun meminta kasus itu dialihkan Proses Penyelidikannya kepada Mabes Polri.
“Dengan cara secara penuh melibatkan Tim Kuasa Hukum, Pelapor sebagai ibu para anak korban, serta pendamping sosial anak; menghadirkan saksi dan ahli, melengkapi berkas perkara dengan laporan sosial serta psikologis, dan petunjuk lain dalam penyelidikan; serta memastikan perlindungan korban dan akses terhadap pemulihan bagi para anak korban dan pelapor,” kata perwakilan koalisi, Muhammad Haedir selaku Direktur LBH Makassar lewat keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Koalisi juga meminta kepada semua Pihak termasuk Polisi untuk melindungi identitas korban dengan tidak menyebarkan dan mempublikasikannya.
Secara khusus terkait beredarnya klarifikasi terkait perkara dari Humas Polres Lutim yang mencantumkan identitas orangtua anak korban. Larangan membuka identitas anak korban ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.