Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Sengketa dan Konflik, Masyarakat Harus Lebih Teliti Sebelum Beli Tanah

Mangacu pada temuan tersebut, Agus meminta kepada masyarakat agar teliti sebelum membeli dan mengerti status tanah serta identitas tanah secara lengkap.
Sertifikat tanah elektronik. - Instagram @kementerian.atrbpn
Sertifikat tanah elektronik. - Instagram @kementerian.atrbpn

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat banyak kasus sengketa dan konflik pertanahan disinyalir karena proses jual beli maupun peralihan aset tanah yang tidak sesuai prosedur sehingga membuka celah adanya penyalahgunaan.

Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP) R.B Agus Widjayanto mengatakan bahwa sengketa dan konflik adalah perbedaan persepsi kepentingan antara dua pihak atau lebih.

Ini terjadi baik antarindividu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan korporasi mengenai status penguasaan dan pemilikan tanah atau keputusan pejabat tata usaha negara di bidang pertanahan. Hal ini kemudian muncul ke permukaan sebagai suatu sengketa dan konflik perkara.

Berdasarkan data yang ada, sengketa konflik periode 2018-2020 terdapat 8.625 kasus. Pemerintah telah menyelesaikan 63,5 persen atau 5.470 kasus sengketa dan konflik. Dengan begitu, tersisa 3.145 kasus sengketa dan konflik yang masih berjalan.

Mangacu pada temuan tersebut, Agus meminta kepada masyarakat agar teliti sebelum membeli dan mengerti status tanah serta identitas tanah secara lengkap.

Pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), macam-macam hak-hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB) dan hpakai.

“Itu yang tertuang di pasal 16 UUPA, selain macam hak atas tanah tersebut tidak ada,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Senin (4/10/2021).

Agus menjelaskan bahwa jika terdapat dua pihak atau lebih memiliki sertifikat sah, dia memastikan ada satu yang tidak sah.

“Bisa sertifikatnya yang tidak benar maupun alas haknya yang tidak benar. Oleh karena itu salah satu sertifikatnya dapat dibatalkan,” jelasnya.

Sementara itu, Agus mengungkapkan bahwa celah-celah penipuan dapat terjadi ketika jual beli-tanah terjadi tanpa prosedur yang tepat.

Kemungkinan pertama adalah sewaktu pembuatan akta tidak dicek terlebih dulu atau tidak dibuat di hadapan notaris PPAT.

“Kedua, memang bisa saja ada iktikad tidak baik dari salah satu pihak misal dari penjual, bersekongkol untuk berpura-pura menjadi PPAT, bilang akan dicek ternyata malah ditukar sertipikatnya, seperti kasus yang sudah-sudah,” ucapnya.

Dalam mendapatkan informasi seputar pertanahan yang valid dan kredibel, Dirjen PSKP juga mengimbau kepada masyarakat untuk dapat mengakses informasi pertanahan ke Kantor Pertanahan setempat.

“Di Kementerian ATR/BPN terdapat tim humas yang selalu memberikan informasi dan ketentuan mengenai pertanahan. Bagaimana supaya masyarakat membeli tanah dengan aman. Demikian juga di Kantor Pertanahan, bisa datang di sana dan bertanya mengenai informasi tanah yang diperoleh,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper