Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beban Menggunung, Skandal BLBI "Bebani Negara" Hingga 2033?

Kementerian Keuangan belum optimal mengelola aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4/2016)./Antara-Rivan Awal Lingga
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4/2016)./Antara-Rivan Awal Lingga

Pengelolaan Aset Tak Jelas

Pengelolaan Aset

Selain beban utang, persoalan aset eks BLBI tampaknya bakal menjadi bom waktu, jika proses tak segera dirampungkan. Data dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 mengungkap bahwa Kementerian Keuangan belum optimal mengelola aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga auditor negara ini memaparkan empat hasil temuan krusial terkait pengelolaan aset yang terkait BLBI. Pertama, pengelolaan aset properti eks BPPN dan eks kelolaan PT PPA (Persero) belum memadai.

BPK menjelaskan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN tidak optimal dalam melakukan pengamanan Aset properti eks BPPN dan eks PT PPA serta penetapan status penggunaan (PSP) aset eks PT PPA tidak memperhatikan status kepemilikan aset. Selain itu, BPK juga menyebut aset properti tidak disajikan berdasarkan basis pengakuan yang sama. 

Kedua, temuan krusial lainnya adalah pengelolaan piutang BLBI yang juga belum memadai. Tak tanggung-tanggung nilai piutangnya mencapai Rp17,17 triliun. Menariknya, laporan BPK ini mengungkap sejumlah hal dalam proses penagihan piutang BLBI mulai dari adanya agunan aset bank dalam likuiditas atau BDL yang tidak dikuasai pemerintah hingga tingkat penyelesaian piutang yang diserahkan kepada negara sangat rendah. 

LHP BPK menjelaskan piutang BLBI sebesar Rp91,7 triliun yang terdiri dari aset kredit eks BPPN sebesar Rp72,6 triliun, aset kredit Eks kelolaan PT PPA sebesar Rp8,9 triliun dan piutang eks BDL sebesar Rp10,07 triliun. 

Sementara itu, jika dilihat dari tabel yang disajikan dalam LKPP, tingkat penyelesaian piutang jika dirata-rata masih kurang dari 10 persen. Sebagai contoh nilai aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar Amerika Serikat.

Dalam laporan itu, total aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar senilai US$617,4 juta atau sekitar Rp9,26 triliun. Namun yang dilunasi hanya senilai US$1,7 juta atau di kisaran 0,28 persen dari total utang.

Di sisi lain, terkait pengelolaan piutang BLBI BPK juga masih menemukan pengelolaan jaminan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) belum. Nilainya mencapai Rp17,03 triliun. 

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna saat membacakan pidato penyerahan hasil pemeriksaan LKPP di DPR waktu itu jelas meminta semua entitas untuk menindaklanjuti temuan BPK.

"Komitmen untuk mewujudkan akuntabilitas tidak saja diukur dari opini laporan keuangan, tetapi yang juga pentingnya adalah menindaklanjuti hasil pemeriksaan," tegas Agung. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper